Nikah Mut'ah ( Kawin Kontrak )

Nikah mut’ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah sunni (syar’i) :
1. Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2. Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3. Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.

Dalil-Dalil Haramnya Nikah Mut’ah
Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama dari 4 madzhab. Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhaini, ia berkata: “Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: “Ada selimut seperti selimut”. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam.

Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim II/1024). Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71).

Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
• Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272) mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut’ah”
• Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, “hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir” Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, “Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.”
• Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
• Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.” Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.

Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”, sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih.

PENULIS: Halim Widjaya Saputra
 

MAKNA KEBAHAGIAAN

Mendefiniskan kebahagiaan bukanlah hal yang mudah, karena manusia masing-masing memiliki perspektif dan penghayatan yang berbeda tentang istilah ini. Namun pada substansinya perbedaan itu dapat dikembalikan pada kategorisasi istilah ini. Yaitu kebahagiaan itu terkategori dunia ataukah kebahagiaan akhirat.

Bagi manusia yang mendefinisikan kebahagiaan itu sebatas kenikmatan material, maka dapat diduga bahwa karena mereka lalai terhadap kebahagiaan akhirat atau justru tidak mempercayai jenis kebahagiaan akhirat ini.

Bagi mereka yang mendefinisikan kebahagiaan terkait hal material dan spiritual atau spiritual ansich, dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mempercayai akhirat sebagai tempat kebahagiaan yang tiada akhir.

Dalam kitab Mizan al-Amal, al-Ghazali lebih banyak menggunakan kata (سعادة) dalam banyak tempat untuk menyebutkan eksistensi makna kebahagiaan dalam bahasa Indonesia, di samping kata (الفلاح), (النجاة), (الفوز) dan (الخير).

Kata sa’adah (سعادة) terambil dari kata kerja sa’ida dan as’ada (سَعِدَ) dan (أَسْعَدَ) memiliki bentuk masdar yaitu al-sa’d, su’udah, dan su’ud (السَّعْدُ و السُّعُودَة و السُّعُود) yang menurut Ibn Manzur bermakna (خِلاَفُ الشَّقَاوَةِ) “ketiadaan derita atau bukan kesengsaraan”[1]

Dari pemaknaan bahasa ini dapat disimpulkan kebahagiaan adalah lawan dari kesengsaraan, kemelaratan, kemalangan, kesulitan, kesialan. Orang yang berbahagia disebut sa’id dan mas’ud (سَعِيْد) dan (مَسْعُود), dengan bentuk jamak (plural) su’ada’ (سُعَدَاءُ).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu secara istilah bermakna mewujudkan kelezatan, kebaikanmelalui metode pengaturan, aktivitas yang membuahkan, dan kerja sama sosial.

Al-Ghazali dalam banyak tempat dalam kitab ini menggambarkan aneka pemaknaan kebahagiaan. Sementara kebahagiaan dalam pandangan al-Ghazali hakikatnya adalah kebahagiaan akhirat. Sa’adah (سَعَادَة) ini menurut al-Ghazali memuat beberapa makna. Berikut adalah pendefinisan al-Ghazali terhadap kebahagiaan yang disarikan dari sejumlah halaman dalam kitabnya Mizan al-‘Amal.

Pertama, kebahagiaan adalah keabadiaan tanpa kesementaraan, kenikmatan tanpa kepayahan, kegembiraan tanpa kesedihan, kekayaan tanpa kefakiran, kesempurnaan tanpa kekurangan, kemuliaan tanpa kehinaan;[2]

Kedua, kebahagian akhirat adalah setiap apapun yang digambarkan sebagai pencarian dan kesenangan manusia yang mendambakannya. Keabadian yang tidak dikurangi keterputusan masa dan batas waktu. Karena sifatnya yang demikian ini, maka sebenarnya untuk mencapainya tidak diperlukan anjuran untuk menggapainya, juga tidak usah mencela kealpaan setelah diketahui eksistensi kebahagiaan itu.

Ketiga, kebahagiaan menurut al-Ghazali merupakan harapan dan tuntutan manusia segala zaman, yang untuk menempuhnya manusia harus mengenali teori dan mengaplikasikannya.[3]

Keempat, al-Ghazali menyatakan bahwa bahagia adalah wushul atau tercapai tersingkapnya ilham dari Tuhan ketika bersih dari kotoran-kotoran nafsu sehingga melihat surga padahal masih di dunia, karena surga tertinggi itu ada di hatinya, ia mampu memecah dan memaksa syahwat dan akal membebaskan dan menjauhi dari perbudakan syahwat itu, dan manusia juga asyik atau fokus dengan tafakkur dan menganalisa (nazar) serta muthala’ah kerajaan langit dan bumi, bahkan juga menelaah dirinya sendiri dan penciptaan-Nya yang menakjubkan.[4]

Kelima, kebahagiaan adalah ketersingkapan seluruh hakikat atau mayoritas hakikat-hakikat itu tanpa diupayakan dan tanpa kepayahan, bahkan dengan ketersingkapan ketuhanan dalam waktu yang paling cepat. Ini adalah derajat puncak yang dicapai oleh para Nabi yang merupakan kebahagiaan yang dapat dicapai oleh manusia.[5]

Keenam, kebahagiaan dan kesempurnaan nafs adalah terukirnya jiwa itu dengan hakikat-hakikat al-umur al-ilahiyyat dan bersatu dengannya, seolah-olah jiwa atau nafs itu adalah Dia.

Ketujuh, kesempurnaan yang memungkinkan dicapai, yaitu dapat bersama dengan malaikat dalam dimensi alam tinggi (ufuq al-alam) dekat dengan Allah.[6]

Kedelapan, sesungguhnya segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada kebaikan dan kebahagiaan kadang disebut pula sebagai kebahagiaan.[7]

[1] Ibn Mandhur, Lisan Arab, Kairo: Dar al-Ma’arif, t.th, hlm. 599.
[2] Al-Ghazali, Mizan al-Amal, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1989, hlm. 3.
[3] Ibid, hlm. 2.
[4] Ibid, hlm. 9.
[5] Ibid, hlm. 13.
[6] Ibid., hlm. 40.
[7] Ibid., 46.

PENULIS: Halim Widjaya Saputra
Faans Page FB: Remaja Dan Pemuda Islam
 

Kisah Ammar r.a. dan Kedua Orang Tuanya

(Dinukil dari kitab Asadul Ghabah fi Ma'rifati ash-Shahabah)
 Oleh: Halim Widjaya Saputra

Ammar r.a. dan kedua orang tuanya telah mengalami penyiksaan yang sangat pedih. Mereka disiksa dengan cara diletakkan di atas tanah yang panas di bawah terik matahari yang panas pula. Setiap Rasulullah s.a.w. melewatinya, Rasulullah s.a.w. menasihatinya agar ia tetap bersabar dan diberinya kabar gembira mengenai surga. Akhirnya, bapak Ammar r.a., yaitu Yasir r.a. meninggal dunia akibat penyiksaan tersebut.

Bahkan, penyiksaan yang dilakukan oleh para pezhalim tersebut tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah wafatnya Yasir r.a., ibu Ammar, yakni Summayah r.ha. telah ditikam kemaluannya dengan tombakoleh Abu Jahal yang terlaknat sehingga menyebabkan ia mati syahid.

Tetapi, mereka tetap tidak bisa menghalangi dari Islam. Padahal penganut Islam pada saat itu adalah orang-orang tua dan lemah. Tetapi, mereka seolah-olah tidak mempedulikan akibat butuk dari perbuatan mereka.

Dalam SEJARAH ISLAM, merekalah (orang tua Ammar) yang pertama kali mati syahid. Sedangkan orang yang MEMBANGUN MASJID pertama kali adalah Ammar r.a., yakni ketika Rasulullah s.a.w. berhijrah ke Madinah Munawwarah. Ketika itu Ammar r.a. mengusulkan agar dibuat sebuah  tempat untuk tempat bernaung Rasullullah s.a.w. sebagai tempat istrihat sementara bagi beliau. Sehingga beliau dapat beristarahat pada waktu siang dan mendirikan shalat dengan tenang di tempatnya.

Maka di Quba, Ammar r.a. telah mengumpulkan batuan untuk pertama kalinya, kemudian didirikan  masjid di tempat tersebut.

Dalam menyertai peperangan, Ammar r.a. selalu menjalankannya dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi. Pernah dalam suatu peperangan ia berkata, "Sebentar lagi aku akan berjumpa dengan kawan-kawanku, berjumpa dengan Nabi Muhammad s.a.w., dan berjumpa dengan jama'ah beiau." Ketika ia merasa sangat haus dan meminta dibawakan air untuknya, tetapi kepadanyadisodorkan susu. Ia pun meminumnya, setelah itu ia berkata, "Saya telah mendengar bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, "Di dunia ini yang terakhir kamu minum adalah susu." Setelah berkata demikian, ia pun mati syahid. Ketika itu umur beliau sudah mencapai sembilan puluh empat tahun. Sebagian ada yang menyebutkan kurang setengah tahun.

Fanspage FB: Remaja Dan Pemuda Islam
 

Syi'ah dan Wahabi yang Kafir dan Yang Tidak Kafir

 Oleh : Habib Muhammad Rizieq Syihab
 
Assalaamu 'Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh ... Bismillaah Wal Hamdulillaah ... Wash-sholaatu Was-salaamu 'Alaa Rasuulillaah ... Wa 'Alaa Aalihi Wa Shohbihi Wa Man Waalaah ...

Imam Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad rhm (wafat : 1.132 H) dalam kitab "Tatsbiitul Fu-aad" membahas tuntas tentang sikap Kaum Roofidhoh (-Jamaknya : Rowaafidh-) yang selalu melecehkan Shahabat Nabi SAW dengan "dalih" membela Ahli Bait Nabi SAW, dan Kaum Naashibah (-Jamaknya : Nawaashib-) yang sering melecehkan Ahli Bait Nabi SAW dengan "dalih" membela Shahabat Nabi SAW.

Dan dalam juz 2 halaman 227 kitab tersebut, Imam Al-Haddad rhm menyatakan tentang Roofidhoh dan Naashibah : " بعرة مقسومة نصفين " "Kotoran Unta yang dibelah dua."

"Roofidhoh" dan "Nawaashib" adalah musuh bebuyutan, sepanjang sejarah tidak pernah akur, bagaikan air dan minyak, tidak pernah bisa bersatu. Satu sama lainnya saling mengkafirkan, bahkan hingga kini kedua belah pihak saling bernafsu untuk memerangi dan membunuh pihak lainnya.  Lihat saja "Konflik Berdarah" di Iraq dan Syria saat ini, yang telah menjadi "Tragedi Kemanusiaan" yang sangat memilukan dan menyayat hati muslim mana pun yang menyintai "Wihdah Islaamiyyah".

Bagi Roofidhoh bahwa Nawaashib lebih berbahaya daripada Yahudi mau pun Nashrani. Dan bagi Nawaashib justru Roofidhoh lah yang lebih berbahaya daripada Yahudi dan Nashrani.  Baik Roofidhoh mau pun Nawaashib sama-sama anti Dialog dan Anti Toleransi Antar Madzhab Islam. Mereka selalu menolak bahkan merusak semua upaya pemersatuan umat Islam sepanjang zaman.

Mereka lebih suka perang sesama muslim daripada perang melawan Zionis dan Salibis Internasional. Mereka lebih suka membunuh sesama muslim daripada memerdekakan Palestina dan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman Israel. Innaa Lillaahi wa Innaa ilaihi Rooji'uun ...

SYIAH dan ROOFIDHOH

Memang tidak semua Syiah adalah Roofidhoh, namun tidak bisa diingkari bahwa kebanyakan Syi'ah bersikap Roofidhoh. Harus kita akui bahwa di kalangan Ulama Syiah tidak sedikit yang berupaya mencegah dan melarang penghinaan terhadap para Shahabat Nabi SAW untuk menjaga dan membangun Ukhuwwah Islamiyyah, namun upaya para Ulama Reformis Syiah tersebut tenggelam dalam fanatisme Awam Syiah yang cenderung bersikap Roofidhoh.

Fanatisme Awam Syiah tersebut bukan tanpa sebab, justru lahir dan menguat akibat aneka kitab Syi'ah dan berbagai pernyataan Ulama mereka sendiri yang menghina Shahabat Nabi SAW sekaliber Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyiduna Umar RA. Bahkan isteri Nabi SAW seperti Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Hafshoh RA pun tak luput dari penghinaan mereka.

Salah satunya, lihat saja kitab "Al-Anwaar An-Nu'maaniyyah" karya Syeikh Ni'matullaah Al-Jazaa-iriy yang isinya dipenuhi dengan hinaan terhadap para Shahabat Nabi SAW. Bahkan dia mengkafirkan Nawaashib, dan menuduh semua Aswaja yang tidak mengutamakan Sayyiduna Ali RA di atas semua Shahabat sebagai Nawaashib yang Kafir.

Dalam kitab tersebut juz 2 halaman 307 disebutkan :

إنهم كفار أنجاس بإجماع علماء الشيعة الإمامية ،  وإنهم شر من اليهود والنصارى ،  وإن من علامات الناصبي تقديم غير علي عليه في الإمامة ."
"Sesungguhnya mereka (-Nawaashib-) adalah Kafir dan Najis dengan Ijma' Ulama Syiah Imamiyyah. Dan sesungguhnya mereka lebih jahat daripada Yahudi dan Nashrani. Dan sesungguhnya daripada tanda-tanda seorang Naashibah adalah mendahulukan selain Ali di atasnya dalam Imamah."

Di Indonesia, sejumlah Tokoh Syiah secara terang-terangan menghina para Shahabat dan Isteri Nabi SAW, seperti :
  • 1. Jalaluddin Rahmat dalam buku "Shahabat dalam Timbangan Al-Qur'an, Sunnah dan Ilmu Pengetahuan" hal. 7, dan catatan kaki buku "Meraih Cinta ilahi" hal. 404 - 405 dan 493, serta buku "Manusia Pilihan yang disucikan"  hal. 164 - 166.
  • 2. Emilia Renita AZ dalam buku "40 Masalah Syiah" hal.83.
  • 3. Haidar Barong dalam buku "Umar dalam Perbincangan" di hampir semua bab.
Selain itu, masih ada lagi IJABI (Ikatan Jama'ah Ahlul Bait Indonesia) yang dinakhodai oleh Jalaluddin Rahmat cs yang sering melecehkan Shahabat Nabi SAW dalam aneka seminar dan pertemuan. Bahkan sering melecehkan Islam dengan membela aneka Aliran Sesat seperti Ahmadiyah, sehingga patut disebut sebagai "Syiah Liberal".

Syiah Roofidhoh memang secara demonstratif dan konfrontatif serta provokatif menunjukkan kebenciannya kepada Shahabat Nabi SAW, khususnya Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyiduna Umar RA, beserta kedua putri mereka yaitu Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Hafshoh RA,

Saking bencinya kepada Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyiduna Umar RA, kalangan Roofidhoh membuat "Doa Dua Berhala" yang isinya melaknat habis kedua Shahabat Mulia Nabi SAW tersebut. Bahkan mereka haramkan siapa pun dari kalangan mereka diberi nama Abu Bakar atau Umar, atau nama putri keduanya yaitu Aisyah atau Hafshoh.

Karenanya, Aswaja sepakat sejak dulu hingga kini, bahwasanya "Syiah Roofidhoh" adalah firqoh yang sesat menyesatkan.  Apalagi "Syiah Ghulat" yang menabikan atau menuhankan Sayyiduna Ali RA, dan menganggap para Imam mereka sebagai Utusan atau Titisan Tuhan, serta memvonis Al-Qur'an kurang dan tidak asli lagi, maka Aswaja sepakat bahwa Syiah Ghulat adalah Kafir dan Murtad, bukan lagi termasuk Islam.

Ada pun "Syiah Moderat" yang berjiwa Reformis, mereka bukan Ghulat dan bukan Roofidhoh. Mereka adalah saudara muslim yang harus dihormati bukan dicaci, dirangkul bukan dipukul, diajak dialog bukan ditonjok, dilawan dengan dalil bukan dengan bedil.

RIWAYAT HADITS SYIAHJadi, jangan ada sikap gebrah uyah dengan "penggeneralisiran" semua Syiah pasti Ghulat dan pasti Roofidhoh, sehingga semuanya pasti Kafir dan Murtad atau Sesat. Sikap seperti itu sangat gegabah dan amat tidak ilmiah, serta bukan sikap Aswaja.

Selain itu, dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta Kitab Hadits Aswaja lainnya terdapat "Perawi Syiah", tapi bukan dari kalangan Ghulat yang Kafir, sehingga jika "mereka" dikafirkan juga, maka berarti ada "Perawi Kafir" dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta Kitab Hadits Aswaja lainnya.

Itu sangat berbahaya, karena bisa menjadi "Bumerang" yang menyerang balik dan menghancurkan Aswaja . Itu tidak dilakukan kecuali oleh mereka yang bodoh tentang Ilmu "Jarh wat Ta'diil" atau oleh "penyusup" yang pura-pura jadi Aswaja, padahal tujuannya merusak Aswaja.

Justru adanya riwayat Syiah dalam Kitab Hadits Aswaja, menunjukkan bahwa Aswaja dalam periwayatan Hadits memiliki Metode yang netral, adil, jujur dan amanat, serta jauh dari sikap Fanatisme Madzhab.

Silakan buka pernyataan  Imam Adz-Dzahabi rhm tentang "Riwayat Syi'ah" dalam kitab "Mizaanul I'tidaal" juz 1 hal.29 No.2 pada ulasan "Perawi Syiah" bernama "Abaan bin Taghlib" , dan juz 1 hal.53 No.86 pada ulasan "Perawi Syiah" yang bermama "Ibrahim bin Al-Hakam".

Semua pernyataan Imam Adz-Dzahabi rhm tentang "Riwayat Syiah" dinukilkan juga oleh Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolaani rhm dalam kitab "Lisaanul Miizaan" juz 1 hal.103 -104. Atau cari dan baca saja langsung dalam kitab-kitab Dirooyaat Hadits, nama-nama seperti : Ibrahim bin Yazid, Salim bin Abil Ja'di, Al-Hakam bin 'Utaibah, Salamah bin Kuhail, Zubaid bin Al-Harits, Sulaiman bin Mihran, Ismail bin Zakaria, Khalid bin Makhlad, Sulaiman bin Thorkhon dan Sulaiman bin Qorom. Mereka semua adalah Syiah, tapi ditsiqohkan dan diterima riwayatnya oleh Ahli Hadits Aswaja.

Inilah bukti bahwa Aswaja adalah Madzhab Islam yang Muhaayid (Netral) dan I'tidaal (Adil), serta Tawassuth (Pertengahan) dan Tawaazun (Seimbang), juga Tasaamuh (Toleran).

WAHABI dan NAASHIBAH

Memang tidak semua Wahabi adalah Naashibah, namun tidak bisa diingkari bahwa kebanyakan Wahabi bersikap Naashibah. Memang di kalangan Ulama Wahabi tidak sedikit yang berupaya mencegah dan melarang penghinaan terhadap para Ahli Bait Nabi SAW dalam bentuk apa pun, untuk menjaga dan membangun Ukhuwwah Islamiyyah, namun upaya para Ulama Reformis Wahabi tersebut juga tenggelam dalam fanatisme Awam Wahabi yang cenderung bersikap Naashibah.

Fanatisme Awam Wahabi tersebut bukan tanpa sebab, justru lahir dan menguat akibat aneka kitab Wahabi dan berbagai pernyataan Ulama panutan mereka sendiri yang menghina Ahli Bait Nabi SAW sekaliber Sayyiduna Ali RA dan isterinya Sayyidah Fathimah RA serta kedua putranya Sayyiduna Al-Hasan RA dan Sayyiduna Al-Husein RA.

Salah satunya, lihat saja kitab "Minhaajus Sunnah" karya Syeikh Ibnu Taimiyyah sang panutan dan rujukan kalangan Wahabi, yang isinya dipenuhi dengan penghinaan terhadap Ahli Bait Nabi SAW.

Dalam kitab tersebut, Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa imannya Sayyidah Khadijah RA tidak manfaat buat umat Islam. Dan bahwa Sayyidah Fathimah RA tercela seperti orang munafiq. Serta Sayyidina Ali RA seorang yang sial dan selalu gagal, serta berperang hanya untuk dunia dan jabatan bukan untuk agama, dan juga perannya untuk Islam tidak seberapa.

Ada pun Sayyiduna Al-Hasan RA dan Sayyiduna Al-Husein RA tidak zuhud dan tidak berilmu, serta tidak ada keistimewaannya. Lalu soal pembunuhan Sayyiduna Al-Husein RA hanya masalah kecil, lagi pula dia salah karena melawan Khalifah Yazid yang benar. Dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolaani rhm dalam kitab "Ad-Durorul Kaaminah" juz 1 hal.181 - 182 saat mengulas tentang Ibnu Taimiyyah menyatakan :

"ومنهم من ينسبه إلى النفاق لقوله في علي ما تقدم ."
"Dan di antara mereka (-para Ulama-) ada yang menisbahkannya (-Ibnu Taimiyyah-) kepada Nifaq, karena ucapannya tentang Ali sebagaimana telah disebutkan."Dan dalam kitab "Lisaanul Miizaan", Sang Begawan Hadits ini menyimpulkan :

"كم من مبالغة لتوهين كلام الرافضي أدته أحيانا إلى تنقيص علي ."
"Berapa banyak sikap berlebihan (Ibnu Taimiyyah) dalam merendahkan perkataan Roofidhoh terkadang mengantarkannya kepada pelecehan Ali."
Sikap berlebihan Ibnu Taimiyyah pada akhirnya mengantarkannya ke penjara pada tahun 726 H hingga wafat di tahun 728 H. Sultan Muhammad bin Qolaawuun memenjarakannya di salah satu menara Benteng Damascus di Syria berdasarkan Fatwa Qodhi Empat Madzhab Aswaja, yaitu :

1. Mufti Hanafi Qodhi Muhammad bin Hariri Al-Anshori rhm.
2. Mufti Maliki Qodhi Muhammad bin Abi Bakar rhm.
3. Mufti Syafi'i Qodhi Muhammad bin Ibrahim rhm.
4. Mufti Hanbali Qodhi Ahmad bin Umar Al-Maqdisi rhm.

Bahkan Syeikhul Islam Imam Taqiyuddin As-Subki rhm dalam kitab "Fataawaa As-Subki" juz 2 halaman 210 menegaskan :

"وحبس بإحماع العلماء وولاة الأمور".
"Dia (Ibnu Taimiyyah) dipenjara dengan Ijma' Ulama dan Umara."
Namun, akhirnya Syeikh Ibnu Taimiyyah rhm bertaubat di akhir umurnya dari sikap berlebihan, khususnya sikap "Takfiir", sebagaimana diceritakan oleh Imam Adz-Dzahabi rhm dalam kitab "Siyar A'laamin Nubalaa" juz 11 Nomor 2.898 pada pembahasan tentang Imam Abul Hasan Al-Asy'ari rhm.

Namun, sayangnya Wahabi saat ini banyak yang tetap berpegang kepada sikap berlebihan Ibnu Taimiyah yang justru sebenarnya sudah diinsyafinya. Bahkan banyak kalangan Wahabi saat ini yang bersikap "Khawaarij" yang cenderung "Takfiirii" yaitu suka mengkafirkan semua umat Islam yang tidak sependapat dengan mereka.

Di Indonesia, sejumlah Tokoh Wahabi secara terang-terangan menyatakan bahwa Madzhab Asy'ari adalah bukan Aswaja, bahkan Firqoh sesat menyesatkan, antara lain :
  • 1. Yazid Abdul Qadir Jawaz dalam buku "Mulia dengan Manhaj Salaf" bab 13 hal. 519 - 521.
  • 2. Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam buku "Risalah Bid'ah" bab 19 hal. 295 dan buku "Lau Kaana Khairan lasabaquunaa ilaihi" bab 6 hal. 69.
  • 3. Hartono Ahmad Jaiz dalam buku "Bila Kyai Dipertuhankan" hal.165 - 166.
Selain mereka, masih ada Mahrus Ali yang mengaku sebagai Mantan Kyai NU melalui lebih dari sepuluh buku karangannya secara eksplisit menyesatkan aneka amaliyah NU yang bermadzhab Asy'ari Syafi'i.

Karenanya, Aswaja pun sepakat sejak dulu hingga kini, bahwasanya Khawaarij mau pun Naashibah adalah firqoh yang sesat menyesatkan. Jadi, Wahabi yang berpaham Khawaarij dan bersikap Nawaashib juga merupakan firqoh yang sesat menyesatkan.

Ada pun "Wahabi Moderat" yang berjiwa Reformis, mereka bukan Khawaarij Takfiirii dan bukan juga Nawaashib. Mereka adalah saudara muslim yang wajib dihormati bukan dicaci, dirangkul bukan dipukul, diajak dialog bukan ditonjok, dilawan dengan dalil bukan dengan bedil.

Apalagi mereka masih berpegang kepada sumber hadits yang sama dengan Aswaja, seperti Muwaththo' Malik dan Musnad Ahmad serta Kutubus Sittah, yaitu : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami' At-Tirmidzi, Sunan An-Nasaa-i, Sunan Abi Daud dan Sunan Ibni Maajah, dan kitab-kitab Hadits Aswaja lainnya.

RIWAYAT NAWAASHIB

Jadi, jangan ada sikap gebrah uyah dengan "penggeneralisiran" semua Wahabi pasti Khawaarij Takfiirii atau pasti Nawaashib, sehingga semuanya pasti sesat menyesatkan, apalagi sampai mengkafirkan mereka. Sikap seperti itu sangat gegabah dan amat tidak ilmiah, serta bukan sikap Aswaja.

Selain itu, dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta Kitab Hadits Aswaja lainnya terdapat "Perawi Khawaarij" dan "Perawi Nawaashib", sehingga jika "mereka" dikafirkan, maka berarti ada "Perawi Kafir" dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta Kitab Hadits Aswaja lainnya.

Itu juga sangat berbahaya, karena juga bisa menjadi "Bumerang" yang menyerang balik dan menghancurkan Aswaja . Itu tidak dilakukan kecuali oleh mereka yang bodoh tentang Ilmu "Jarh wat Ta'diil" atau oleh "penyusup" yang pura-pura jadi Aswaja, padahal tujuannya merusak Aswaja.

Justru adanya riwayat Khawaarij dan Nawaashib dalam Kitab Hadits Aswaja, menunjukkan bahwa Aswaja dalam periwayatan Hadits memiliki Metode yang netral, adil, jujur dan amanat, serta jauh jauh dari sikap Fanatisme Madzhab.

Silakan baca kitab "Al-'Itab Al-Jamiil 'alaa Ahlil Jarhi wat Ta'diil" karya As-Sayyid Muhammad bin Aqil bin Yahya dengan tahqiq Sayyid Hasan bin Ali As-Saqqoof seorang Ahli Hadits dari Yordania dan ada juga dengan tahqiq DR.Alwi bin Hamid Syihab seorang Dosen Hadits di Universitas Hadromaut - Yaman.

Atau cari dan baca saja langsung dalam kitab- kitab Dirooyaat Hadits, nama-nama seperti : Umar bin Sa'ad, Zuhair bin Mu'awiyah, Ibrahim bin Ya'qub, Ishaq bin Suwaid,  Tsaur bin Yazid, Hariiz bin Utsman, Hushoin bin Numair, Khalid bin Abdullah, Ziyad bin Jubair dan Ziyad bin 'Alaaqoh. Mereka semua adalah Nawaashib para pembenci Ahli Bait Nabi SAW, tapi ditsiqohkan dan diterima riwayatnya oleh Ahli Hadits Aswaja.

Selain itu, masih ada "Perawi Khawaarij" dari berbagai sektenya seperti Ibaadhiyyah, Azaariqoh, Haruuriyyah dan Ash-Shufriyyah, antara lain : Jaabir bin Zaid, Juray bin Kulaib, Syabats bin Rib'i dan 'Imraan bin Hiththoon. Dan ada juga "Perawi Murji-ah" yaitu Khalid bin Salamah dan "Perawi Qadariyyah" yaitu Tsaur bin Zaid. Mereka semua adalah Non Aswaja, tapi ditsiqohkan dan diterima riwayatnya oleh Ahli Hadits Aswaja.

Inilah bukti bahwa Aswaja adalah Madzhab Islam yang Muhaayid (Netral) dan I'tidaal (Adill), serta Tawassuth (Pertengahan) dan Tawaazun (Seimbang), juga Tasaamuh (Toleran).

SYAIR IMAM SYAFI'I

Imam Syafi'i RA dalam "Diiwaan" nya pada halaman 20, menyusun beberapa Bait Syair untuk menyindir Roofidhoh yang selalu menuduh para pecinta Sayyiduna Abu Bakar RA sebagai Nawaashib, dan sekaligus juga menyindir Nawaashib yang selalu menuduh para pecinta Ahli Bait Nabi SAW sebagai Syiah Roofidhoh. 

Berikut syairnya :

إذا نحن فضلنا عليا فإننا
               روافض بالتفضيل عند ذي الجهل
وفضل أبي بكر إذا ما ذكرته
               رميت بنصب عند ذكري للفضل
فلا زلت ذا رفض ونصب كلاهما
                بحبيهما حتى أوسّد بالرمل
Jika kami memuliakan Ali maka sesungguhnya kami ..
Menurut orang bodoh adalah Rowaafidh lantaran memuliakannya.
Dan jika aku menyebut keutamaan Abu Bakar ...
Maka aku dituduh Naashibah lantaran memuliakannya.
Maka aku akan tetap selalu menjadi Roofidhoh dan Naashibah sekaligus ...
Dengan menyintai keduanya hingga aku berbantalkan pasir (mati).


ASWAJAAhlus Sunnah  wal Jama'ah yang disingkat "Aswaja" adalah bukan Syiah dan bukan juga Wahabi, serta bukan Roofidhoh dan bukan juga Nawaashib.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami rhm (w : 973 H) dalam kitab "Az-Zawaajir 'an Iqtiroofil Kabaa-ir" halaman 82 mendefinisikan Aswaja sebagai berikut :

"المراد بالسنة ما عليه إماما أهل السنة والجماعة الشيخ أبو الحسن الأشعري و أبو منصور الماتريدي ."
"Yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah yang dianut oleh dua Imam Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah yaitu Syeikh Abul Hasan Al-Asy'ari san Abu Manshur Al-Maaturiidii."

Dan Imam Al-Murtadho Az-Zabiidii rhm (wafat : 1.205 H) dalam kitab "Ittihaafus Saadah Al-Muttaqiin" juz 2 hal. 6 menyatakan :

"إذا أطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية ."
"Jika disebut Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara mutlaq, maka yang dimaksud adalah Kaum Asy'ari dan Kaum Maaturiidii."

Hampir semua Ulama dan Fuqoha Madzhab Fiqih Hanafi mengikuti Madzhab Aqidah Maaturiidi, karena Imam Abu Manshur Al-Maaturiidii rhm menghimpun ajaran Aqidah Imam Abu Hanifah rhm dalam Madzhab Aqidah Maaturiidiyyah yang dibangunnya.

Dan hampir semua Ulama dan Fuqoha Madzhab Fiqih Maliki dan Syafi'i, serta sebagian Ulama dan Fuqoha Madzhab Fiqih Hanbali mengikuti Madzhab Aqidah Asy'ari, karena Imam Abul Hasan Al-Asy'ari rhm menghimpun ajaran Aqidah Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad, rohimahumullaah, dalam Madzhab Aqidah Asy'ariyyah yang dibangunnya.

Sebagian Ulama Hanbali mengklaim sebagai pengikut Madzhab Aqidah Ahli Hadits dan Atsar yang "dinisbahkan" kepada Imam Ahmad rhm. Mereka mengklaim sebagai Aswaja yang paling asli dan sejati. Kini, pengikut aliran ini banyak mendapat "label" sesuai aneka sebab kaitannya, antara lain :
  • 1. Atsari : Karena mengklaim sebagai pengikut Ahli Atsar.
  • 2. Salafi : Karena mengklaim sebagai Madzhab paling Salaf.
  • 3. Wahabi : Karena menjadikan Pemikiran Tauhid Syeikh Muhammad b Abdul Wahhab sebagai rujukan utama.
  • 4. Khawaarij : Karena sering menyalahkan semua umat Islam yang tidak sejalan dengan mereka.
  • 5. Takfiirii : Karena sering mengkafirkan semua umat Islam yang tidak sependapat dengan mereka.
  • 6.  Nawaashib : Karena sering merendahkan Ahli Bait Nabi SAW dengan "dalih" bela Shahabat Nabi SAW, bahkan paling suka berteriak mengkafirkan dan memusyrikkan Ibu dan Ayah Nabi SAW.
  • 7. Musyabbih : Karena dalam mentafsirkan Sifat Allah SWT menyerupakan-Nya dengan Makhluq.
  • 8. Mujassim : Karena dalam mentafsirkan Sifat Allah SWT menjasmanikan Dzat Allah SWT dalam bentuk jasad Makhluq.

KESIMPULAN Syiah dan Wahabi bukan "Agama", tapi "Firqoh", sehingga tidak tepat istilah "Agama Syiah" dan "Agama Wahabi", bahkan istilah tersebut terlalu "Lebay".

"Syiah Roofidhoh" dan "Wahabi Nawaashib" adalah Firqoh sesat menyesatkam yang sangat berbahaya, sehingga wajib diwaspadai oleh segenap Aswaja, dan harus dibendung penyebarannya, serta mesti dilawan penistaannya terhadap Ahlul Bait mau pun Shahabat Nabi SAW.

Sedang "Syiah Moderat" dan "Wahabi Moderat" yang berjiwa Reformis, mereka adalah saudara muslim yang wajib dihormati bukan dicaci, dirangkul bukan dipukul, diajak dialog bukan ditonjok, dilawan dengan dalil bukan dengan bedil.

Ada pun Aswaja adalah Madzhab Pecinta Ahlul Bait dan Shahabat Nabi SAW serta Para Salaf yang Sholihin.  Dan Aswaja adalah Madzhab yang selalu terbuka untuk Peradaban Dialog yang berbasis Ilmu dan Akhlaq, dalam membangun Toleransi Antar Umat Islam dari berbagai  Madzhab mau pun Firqoh.

Aswaja adalah Madzhab Islam yang Muhaayid (Netral) dan I'tidaal (Adil), serta Tawassuth (Pertengahan) dan Tawaazun (Seimbang), juga Tasaamuh (Toleran). Alhamdulillaah, Aswaja adalah "Firqoh Naajiyah" yang berjalan di atas jalan Rasulullah SAW dan Ahlil Baitnya serta Para Shahabatnya

Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamiin ...

Disunting Oleh: Halim Widjaya Saputra
Fanspage FB: Remaja Dan Pemuda Islam
 

JANGAN MUDAH TAKUT, JANGAN MENAKUT-NAKUTI.

JANGAN MUDAH TAKUT, JANGAN MENAKUT-NAKUTI.
Belakangan ini banyak berita & sharing informasi yang isinya tentang berita-berita yang mencemaskan.
Kekacauan, perampokan, pembegalan, dan lain2.
Sebagai umat beragama, bagaimana sikap kita menghadapi hal tersebut?.
Banyak sekali ulama besar menyatankan hal-hal sebagai berikut untuk menanggapinya:

A. JANGAN MENAKUT-NAKUTI.

Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسلِمًا
"Tidak halal seorang muslim membuat takut muslim lain..".
(HR. Abu Daud: 5004, Shahih Abu Daud: 4184 al-Albani)

Semoga informasi yang disampaikan semangatnya adalah kewaspadaan semata.
Bukan malah menciutkan nyali sesama saudara muslimin.

B. JANGAN TAKUT.

Seorang sahabat menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berucap,
"Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan engkau apabila ada orang akan merampas hartaku..?"
Beliau menjawab,
فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ
"Jangan engkau beri hartamu.."

Ia (sahabat) melanjutkan, "Apa pandangan engkau bila ia hendak memerangi (membunuh)ku?’
Beliau menjawab,
قَاتِلْهُ
"Engkau perangi (bunuh) dia.."

Kembali ia bertanya, "Bagaimana jika dia membunuhku..?"
Beliau menjawab,
فَأَنْتَ شَهِيدٌ
"Maka engkau syahid.."
"Apa pendapat engkau jika aku yang membunuhnya..?"

Beliau pun menjawab,
هُوَ فِي النَّارِ
"Dia di neraka.."
(HR Muslim: 140, an-Nasa'i: 7/114).

Maka, jika saja seluruh saudara muslimin bangkit, jelas nyali penjahat akan ciut tak akan beranj.

C. HIDUPLAH SECARA MULIA ATAU MATI SYAHID.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ
"Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia mati syahid..".
(HR. al-Bukhari: 5/93, Muslim: 1/87).

Jika selembar daun saja sudah diatur Allah Aza Wa Jalla kapan jatuhnya dari ranting sebuah pohon, maka demikian pula takdir manusia yang hakikat kemahlukannya lebih tinggi dari selembar daun.

Bukankah kematian itu tidak bisa diundur dan tidak pula dapat dimajukan...?
Lalu mengapa masih takut..?.

Bismillahi tawakkaltu alallahi, wala haula wala quwwata illa billah...

PENULIS: Halim Widjaya Saputra
Fanspage FB: Remaja Dan Pemuda Islam
 

"Rahasia Para Hafidz Qur'an"

"Rahasia Para Hafidz Qur'an"

"Dalam tulisan ini akan saya kemukakan rahasia cara termudah untuk menghafalkan Al Quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh (hanya dalam 360 Hari) untuk mengkhatamkan hafalan al-Quran" (Dr. Abdul Muhsin Al Qasim)
ღبِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيღ
Saya mulai dengan salam dari Syurga,
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Semoga Kesejahtraan, Shalawat serta salam selalu tercurah kepada kekasih Alam ✿ܓMuhammad Rasulullah Shalallahu 'Alahi wassalam beserta keluarga, sahabat, tabiin tabiat dan pengikutnya yang setia dengan assunahnya hinga akhir jaman.
Rasulullah saw bersabda:
"Sebaik-baik kamu ialah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya". (HR. Bukhari)
Sahabat yang diridhai Allah,
Suatu waktu dalam keseharian kita kadang kita masih saja dihinggapi rasa jenuh dan bosan dengan rutinitas kehidupan tanpa ujung. Kesibukan demi kesibukan terus membelit kita, hingga kita benar benar lupa bahwa hidup ini hanyalah sebuah persimpangan, kehidupan sesaat untuk hidup yang maha hidup.
Sesekali kita kadang merasa nyaman tanpa beban, padahal masih banyak hal yang belum terselesaikan. Masih banyak hafalan Qur'an yang terabaikan atau bahkan terlupakan. Sajian ana kali ini adalah khusus untuk menyentuh sudut tersebut.
Berikut ini adalah buah karya dari Dr. Abdul Muhsin Al Qasim, beliau adalah Imam dan Khatib masjid Nabawi-Madinnah. Insha Allah, dengan meminta pertolongan Allah teknis ini akan memudahkan kita untuk Hafidz Qur'an dalam kurun waktu 1 tahun dengan kekokohan hafalan yang terjamin.
Silahkan simak hingga tuntas.
Teori ini sangat mudah untuk dipraktekan dan insya Allah akan sangat membantu bagi siapa saja yang bersungguh sungguh ingin menghafalnya.
Syaratnya hanya satu : Istiqamah.
Berikut ini akan saya bawakan contoh praktis dalam mempraktikannya.
Katakanlah kita ingin menghafalkan Surat An-Nisa, maka kita bisa mengikuti teori berikut ini:
1 - Bacalah ayat pertama 20 kali:
2 - Bacalah ayat kedua 20 kali:
3 - Bacalah ayat ketiga 20 kali:
4 - Bacalah ayat keempat 20 kali
5 - Kemudian membaca 4 ayat diatas dari awal hingga akhir dengan menggabungkannya sebanyak 20 kali.
6 - Bacalah ayat kelima 20 kali:
7 - Bacalah ayat keenam 20 kali:
8 - Bacalah ayat ketujuh 20 kali
9 - Bacalah ayat kedelapan 20 kali:
10 - Kemudian baca ayat ke 5 hingga ayat ke 8 untuk menggabungkannya sebanyak 20 kali.
11- Bacalah ayat ke 1 hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.
Demikian seterusnya hingga selesai seluruh al Quran.
Ingat, jangan sampai menghafal lebih dari seperdelapan juz dalam sehari, agar tidak berat bagi antum untuk mengulang dan "menjaganya".
BAGAIMANA CARA MENAMBAH HAFALAN PADA HARIBERIKUTNYA?
Jika kita ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya,
Maka sebelum menambah dengan hafalan baru, kita harus membaca hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali juga hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan kita.
Kemudian memulailah hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang amtum lakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.
________________________________
BAGAIMANA CARA MENGGABUNG ANTARA MENGULANG DAN MENAMBAH HAFALAN BARU?
________________________________
Jangan sekali-kali anda menambah hafalan tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya, karena jika antum menghafal alquran terus-menerus tanpa mengulangnya terlebih dahulu hingga bisa menyelesaikan semua Al Quran, kemudian anda ingin mengulangnya dari awal niscaya hal itu akan terasa sangat berat.
Hal itu disebabkan karena, secara tidak disadari kita akan banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal. Bahkan seolah olah kita menghafalnya kembali dari nol.
Oleh karena itu cara yang paling baik dalam meghafal al Quran adalah dengan mengumpulkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru.
________________________________
BAGI KESELURUHAN MUSHAF MENJADI 3 BAGIAN
________________________________
Setiap 10 juz menjadi satu bagian, jika dalam sehari kita mampu menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga kita dapat menyelesaikan sepuluh juz.
Jika kita telah menyelesaikan sepuluh juz maka berhentilah selama satu bulan penuh untuk mengulang yang telah dihafal dengan cara melakukan pengulangan sebanyak delapan halaman.
Setelah satu bulan anda mengulang hafalan, kita mulai kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, dan mengulang setiap harinya 8 halaman sehingga anda bisa menyelesaikan 20 juz, jika anda telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulang.
Setiap hari anda harus mengulang 8 halaman, jika sudah mengulang selama dua bulan maka mulailah menghafal kembali setiap harinya satu atau dua halaman tergantung kemampuan. Lakukan pengulangan setiap hari yang telah kita hafal sebanyak 8 lembar...
Terus lakukan hingga kita bisa menyelesaikan seluruh al-Qur an.
Jika nanti kita telah menyelesaikan 30 juz, ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan setiap harinya setengah juz. Setelah itu pindahlah ke 10 juz berikutnya, setiap harinya diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama.
Setelah 20 juz pertama selesai, kemudian pindahlah untuk mengulang sepuluh juz terakhir dengan cara yang hampir sama, yaitu setiap harinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.
BAGAIMANA CARA MENGULANG AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH MENYELESAIKAN MURAJAAH DIATAS?
Mulailah mengulang al-Qur'an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, lakukan pengulangan 3 kali dalam sehari, dengan demikian maka anda akan bisa mengkhatamkan al-Quran setiap dua minggu sekali.
Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insya Allah anda telah mutqin (kokoh) dalam menghafal al Qur'an.
Lakukanlah cara ini selama satu tahun.
________________________________
APA YANG DILAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL QUR'AN SELAMA SATU TAHUN?
________________________________
Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan (mantap) selama satu tahun, jadikanlah al Qur'an sebagai wirid harian anda hingga akhir hayat, karena itulah yang dilakukan oleh Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam semasa hidupnya, beliau membagi Al Qur an menjadi tujuh bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga beliau mengkhatamkan al-quran setiap 7 hari sekali.
Aus bin Huzaifah rahimahullah berkata;
"Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: "Kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan wirid mufashal dari surat qaaf hingga khatam" (HR. Ahmad).
Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:
- Hari pertama: membaca surat "Al Fatihah" hingga akhir surat"An-Nisa",
- Hari kedua: dari surat "Al Maidah" hingga akhir surat "Attaubah",
- Hari ketiga: dari surat "Yunus" hingga akhir surat "An-Nahl",
- Hari keempat: dari surat "Al Isra" hingga akhir surat "Alfurqan",
- Hari kelima: dari surat "Asy Syu'ara" hingga akhir surat"yaasin",
- Hari keenam: dari surat "Ash-Shafat" hingga akhir surat "Alhujurat",
- Hari ketujuh: dari surat "Qaf" hingga akhir surat "An-Naas".
Para ulama menyingkat wirid Nabi dengan al-Qur an menjadi kata: "Fami bisyauqin ( فم ي ب شوق )", dari masing-masing huruf tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya maka:
- huruf "fa" symbol dari surat "al fatihah", sebagai awal wirid beliau hari pertama,
- huruf "mim" symbol dari surat "al maidah", sebagai awal wirid beliau hari kedua,
- huruf "ya" symbol dari surat "yunus", sebagai wirid beliau hari ketiga,
- huruf "ba" symbol dari surat "bani israil (nama lain dari suratal isra)", sebagai wirid beliau hari keempat,
- huruf "syin" symbol dari surat "asy syu'ara", sebagai awal wirid beliau hari kelima,
- huruf "wau" symbol dari surat "wa shafaat", sebagai awal wirid beliau hari keenam,
- huruf "qaaf" symbol dari surat "qaaf", sebagai awal wirid beliau hari ketujuh hingga akhir surat "an-nas".
Adapun pembagian hizib yang ada pada al-Qur'an sekarang ini tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

PENULIS: Halim Widjaya Saputra
Fans Page FB: Remaja Dan Pemuda Islam
 

Walisanga lebih memilih kata "Sembahyang" ketimbang kata "Shalat"

Walisanga lebih memilih kata "Sembahyang" ketimbang kata "Shalat"

Pakar sejarah yang juga penulis buku Atlas Walisanga Dr. Agus Sunyoto pernah mengatakan bahwa Walisongo sebagai tokoh masyarakat sangat menjaga dan melestarikan bahasa daerah dimana mereka menyebarkan agama Islam. Mereka mempertahankan kata ‘sembahyang’ daripada kata ’shalat’ untuk praktik ibadah harian yang lima waktu.

Begitu juga kata ‘puasa’, Wali Songo lebih memilih kata itu daripada kata,‘shaum’ atau ‘shiyam’. Dari situ, Wali Songo menyebarkan agama Islam tanpa mengubah identitas kebudayaan dan cara berpikir masyarakat Indonesia yang diwakili oleh bahasa setempat. Jadi pribumisasi Islam merupakan terobosan cara dakwah yang dipakai Wali Songo yang kemudian sempat di dengungkan kembali oleh Gus Dur.

Wali Songo membiarkan bahasa yang berkembang di masyarakat tempat dakwah mereka sebagaimana apa adanya. Dalam menjalankan praktik dakwah, Wali Songo tidak berupaya melakukan proses Arabisasi dari sisi bahasa. Bagi mereka, proses Arabisasi bahasa akan membuat jurang dalam antara mereka dan masyarakat setempat, dan ini tentunya berbeda dengan para dai atau aktivis dakwah sekarang yang justru lebih menonjolkan hal - hal yang berbau ke arab - araban, baik dari segi bahasa maupun penampilan. Mungkin saja andai Walisanga hidup di zaman sekarang, maka mereka akan di tuduh sebagai "muslim kejawen" oleh orang- orang yang latah bergaya arabian yang sering mengklaim diri sebagai Muslim Kaffah.

Penghargaan Wali Songo terhadap bahasa masyarakat menjadi satu penyebab keberhasilan dakwah mereka dalam waktu singkat. Dalam masa 50 tahun dakwah, masyarakat bahkan para adipati yang berkuasa di sepanjang pesisir utara Jawa di tahun 1515 telah memeluk Islam.

Masih menurut Dr. Agus Sunyoto bahwa Sebelum tahun itu, sejumlah pendakwah Islam sudah datang di Indonesia sejak berabad-abad. Namun, mereka tidak dapat diterima oleh masyarakat karena pendekatan Arabisasi yang digunakan.

Jadi, sudah sepantasnya lah para aktifis dakwah meniru metode dakwah para Walisanga dengan kearifan lokalnya, bukan memaksakan hal - hal yang berbau arab yang belum tentu Islami. INGAT !!!!! yang kita butuhkan itu ISLAMISASI, bukan ARABISASI, yang kita Ikuti itu ISLAMNYA MUHAMMAD SAW, dan BUKAN ISLAM NYA ( orang ) ARAB.

ANTARA ARABI DAN ISLAMI

Terkadang pikiran kita mudah dibelokkan oleh hal-hal yang bersifat fisik dan simbolik. Mengenakan busana ala Timur Tengah (sorban, gamis, cadar ) memiliki nama ke-Arab-Arab-an, sering berbicara dengan istilah-istilah Arab, sudah bisa dikategorikan sebagai “Islami”.

Islami adalah keberserahan diri yang bersifat universal. Ajaran Islam lintas ruang dan waktu. Bahkan sebenarnya tidak selalu terkait dengan status ‘Muslim’ itu sendiri. Seorang Non-Muslim yang setiap perkataan dan perbuatannya bisa memberikan manfaat dan kebaikan bagi kehidupan semesta alam, terlepas dari dia tidak ber-KTP dan beritual ‘Islam’, berarti dia telah berlaku Islami, meskipun ia tetap tidak bisa di sebut Muslim. Seperti halnya jika kita melihat seorang bule yang mengikuti tata cara Jawa, orang menyebut dia njawani, meskipun secara fisik ia tidak akan pernah bisa di sebut orang Jawa.

Mari kita renungkan kembali, sudah seberapa Islamikah kita!

Bukanlah memanggil kerabat kita “ya akhi ya ukhti“ atau berucap “jazakallahu khairan katsiran” yang menjadikan perkataan kita Islami, akan tetapi segala perkataan kita yang menyejukkan, mententramkan, mendamaikan, mencerdaskan, dan memberi manfaat, itulah perkataan Islami yang sesungguhnya.

Bukanlah alunan nada dengan iringan musik gambus ala padang pasir disebut sebagai musik Islami, akan tetapi lagu-lagu jenis apa pun yang memberikan inspirasi dan semangat keberserahan diri kepada Allah, menebar kasih sayang, menjunjung perdamaian, dan memberi semangat hiduplah yang disebut sebagai musik Islami.

Bukanlah berteriak “Allahu Akbar” sambil melakukan tindak kekerasan kepada mereka yang berbeda aliran atau menteror orang-orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan disebut perilaku Islami, akan tetapi berlaku sabar dan menghargai mereka yang berbeda keyakinan dan aliranlah yang layak disebut sebagai perilaku Islami.

Memang kita tidak bisa menghindari seratus persen pengaruh Arab ke dalam penerapan ajaran Islam sehari-hari, karena Al Qur’an memang diturunkan di Arab. Budaya Arab juga memiliki banyak keunggulan dan kebaikan. Seperti halnya salam yang telah menjadi simbol pemersatu umat Islam seluruh dunia: “Salaamun’alaikum”. Tulisan ini pun tidak mengajak umat muslim untuk menjauhi apalagi anti terhadap kebudayaan Arab.

Akan tetapi sekali lagi : Poinnya adalah ”Islami” bukanlah “Arabi”!

Penulis: Halim Widjaya Saputra
Official Fanspage Facebook: Remaja Dan Pemuda Islam
 

Penderitaan Dan Islamnya Bilal Al-Habsyi r.a.

(Dinukil dari kitab Asadul Ghabah fi Ma'rifati ash-Shahabah)
 
Bilal Al-Habsyi r.a. adalah seorang sahabat yg cukup terkenal. Ia adalah seorang muadzin tetap di masjid Nabawi. Dahulunya, ia adalah seorang budak dan hamba sahaya milik seorang kafir Quraisy. Kemudian Bilal r.a. masuk Islam. Dengan keislamannya ini menyebabkan ia banyak menanggung penderitaan dan mengalami siksaan dari orang-orang kafir.

Umayah bin Khalaf adalah seorang kafir yg paling keras memusuhi umat islam. Di atas padang pasir yg panas dan di tengah terik matahari yg menyengat, Bilal r.a. ditelentangkan dgn ditindihkan batu yg besar di atas dadanya sehingga ia tidak bisa menggerakkan badannya sedikit pun, sambil dikatakan kepadanya, "Apakah kamu mau mati dalam keadaan demikian atau tetap hidup, tetapi dgn syarat engkau tinggalkan Islam?" Meskipun dalam keadaan demikian , ia tetap menyatakan Ahad, Ahad, yaitu yang boleh disembah hanya Satu. Pada malam harinya, sambil diikat dengan rantai, ia dicambuki terus menerus, sehingga badannya penuh dengan luka. Pada siang harinya, dengan lukanya tersebut ia dibaringkan kembali di  atas padang pasir yg panas sehingga penderitaannya bertambah berat disamping harus menanggung  penderitaan karena luka-luka di badannya. Tuannya berharap bahwa dengan cara seperti itu ia akan mati perlahan-lahan, kecuali jika ia mau meninggalkan Islam. Orang yg menyiksa Bilal r.a. selalu bergantian. Kadang-kadang Abu Jahal, dan kadang-kadang Umayah bin Khalaf. Kadang-kadang, orang lain jg ikut menyiksanya. Mereka berusaha sekuat mungkin untuk menimpakan penderitaan yg lebih berat kepada Bilal r.a..

Ketika Abu Bakar Siddiq r.a. melihat itu, Ia pun membeli Bilal r.a. dan langsung membebaskannya.

Faidah

Pada masa itu, orang Arab menjadikan patung-patung sebagai sesembahan mereka. Untuk menandingi mereka, Islam mengajarkan ketauhidan, yakni hanya Allah Ta'ala sajalah yg disembah. Inilah yg menyebabkan dari lisan Bilal r.a. selalu keluar ucapan "Ahad", Ahad". Hal ini disebabkan oleh perasaan ketergantungan dan cintanya yg tinggi terhadap Allah s.w.t.

Kita sekarang melihat suatu perasaan cinta yg palsu. Dalam menyebutkan sesuatu yg mendatangkan cinta tersebut akan mendatangkan kelembutan yg tidak berfaedah. Hal ini terjadi secara berulang-ulang. Maka bagaimana dgn cinta kpd Allah yg diucapkan oleh orang yg mencampurkan antara agama dan dunia? Sesungguhnya inilah yg menyebabkan Bilal r.a. selalu disiksa dgn berbagai macam cara. Penderitaan demi penderitaan menimpa dirinya. Pemuda-pemuda kafir Makkah memindahkannya dgn berkeliling ke jalan sambil memakinya. Tetapi ia tetap mengucapkan: "Ahad", "Ahad".

Kehidupan seperti inilah yg pernah dilaluinya. Pada masa Rasulullah s.a.w., di Madinah ia menjadi muadzin Rasulullah s.a.w. yg berkhidmat dalam menyerukan adzan untuk mendirikan shalat.

Setelah wafatnya Rasulullah s.a.w., ia tinggal di Madinah Thayyibah. Tetapi ia merasa tidak tahan melihat bekas tempat Rasulullah s.a.w. yg telah kosong. Karena itulah ia berniat di dalam hatinya , bahwa sisa-sisa hidupnya akan dihabisakannya untuk berjihad dalam agama, Sehingga ia berniat untuk berangkat bersama-sama bergabung dengan laskar jihad yg berperang fi sabilillah. Sampai beberapa waktu lamanya ia tidak kembali ke kota Madinah.

Suatu ketika ia bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Belia berkata dalam mimpinya, "Wahai Bilal, kezhaliman apakah yang engkau lakukan sehingga engkau tidak menziarahiku?" Setelah bangun dari mimpinya, ia segera berangkat ke Madinah.

Sesampainya di sana, Hasan dan Husain r.a. memintanya mengumandangkan adzan. Permintaan orang-orang yg dicintainya itu tidak dapat ditolak olehnya. Mulailah ia beradzan, maka terdengarlah suara adzan seperti pada masa hidup Rasulullah s.a.w.. Suara itu sungguh menyentuh hati orang yg mendengarnya. Para wanita menangis. Mereka ke luar dari rumah mereka untuk mendengarkannya.

Selama beberapa hari, beliau tetap tinggal di Madinah. Setelah itu beliau kembali. Dan pada tahun kedua puluh Hijriyah beliau meninggal dunia di Damsyik.

Penulis: Halim Widjaya Saputra
 

•DIBALIK SEBUAH TANGISAN•

Sejenak kupejamkan mata, menelan semua kepahitan hidup yang terkadang memaksa kita menitikkan air mata...Akan seperti apapun usahanya untuk menutupi dan menghentikan tetesan air mata, semua itu hanya bagian dari usaha yang akan sulit terwujud dalam menghentikan sebuah tangisan. Hati nurani memang tak pernah berkata dusta tentang perasaan seseorang terhadap sebuah kesedihan, kebahagiaan, kerinduan, kekecewaan, kekaguman atau bahkan kasih sayang yang bisa menjadi alasan demi menetesnya air mata...
Menangis itu indah saat kita bisa berbagi sebuah tangisan bersama orang yang kita sayangi...
Menangis itu menyedihkan ketika orang yang kita tangisi tak pernah mempedulikan kita...
Menangis itu istimewa saat setiap tetesan air mata jatuh di tangan seseorang yang kita sayangi sedang menggenggam tangan kita...
Menangis itu mengharukan saat selembar kertas berisikan tentang puisi kerinduan terhadap orang yang telah tiada terbasahi oleh tetesan air mata...
Menangis adalah kerinduan saat seorang kekasih terpaku di hadapanmu lalu mengusap air matamu.
Menangis itu menyakitkan saat kita merasa iba memandangi seseorang yang kita sayangi terbaring sakit tak berdaya...
Menangis itu kekecewaan saat perasaan tulus kita kepada seseorang hanya dipandang sebelah mata
Menangis itu kagum saat kita melihat seorang sahabat yang berhasil meraih impian besarnya...
Menangislah untuk sebuah kebahagiaan dan kesedihan yang telah mewarnai sepanjang kisah hidupmu...
Bicaralah pada Tuhan Yang Maha Mendengar untuk segala keluh kesahmu di setiap malam yang tak seorang pun bisa mendengar setiap tangisanmu...
Hadapkan dirimu pada Tuhan Yang Maha Melihat atas ketidakberdayaanmu terhadap dunia dan orang-orang yang berlaku tidak adil terhadapmu...
Menangislah selepas kau bisa, agar setiap beban hidup tidak tersimpan dan membusuk terlalu lama dalam hatimu...
Karena dibalik sebuah tangisan selalu tersimpan banyak makna di dalamnya...

Penulis: https://www.facebook.com/halim.setia.hati
 

Nasihat Ibnu Abbas r.a.

Kalian tidak mengetahui bahwa hamba-hamba Allah yg khusus adalah mereka yg krn rasa takutnya kepada Allah, banyak berdiam diri.
Padahal mereka tidak udzur dan tidak jg bisu, bahkan mereka adalah orang yg fasih berbicara, pandai berbicara dan pintar. Tetapi krn sibuk mengingat kebesaran Allah s.w.t., maka telah menyebabkan akal dan hati mereka dibiarkan hancur krn selalu mengingat-Nya, dan lisan mereka dibiarkan membisu. Jika mereka menemui hal-hal atau keadaan yg menyulitkan, mereka akan bersegera mengerjakan amalan shalih.
Untuk itu kenapa kalian lari dari contoh seperti ini?
 

HUKUMAN BAGI PEMINUM KHOMR/ARAK

Dinukil dari kitab Al Kabair Imam Dzihaby

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال "لا تعودوا شراب الخمر إذا مرضوا"
قال البخاري وقال ابن عمر لا تسلموا على شربة الخمر
وقال صلى الله عليه وسلم: "لا تجالسوا شراب الخمر ولا تعودوا مرضاهم ولا تشهدوا جنائزهم وإن شارب الخمر يجيء يوم القيامة مسوداً وجهه مدلعاً لسانه على صدره يسيل لعابه يقذره كل من رآه وعرفه أنه شارب خمر".


Dari abdulloh bin amr bin ash rodhiyallohu anhuma berkata :
" janganlah kalian menjenguk para peminum khomr ketika mereka sakit "
al bukhori berkata, dan Ibnu umar berkata :
" janganlah kalian memberi salam kepada peminum khomr "
Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" janganlah kalian duduk bersama dengan para peminum khomr, jangan menjenguk peminum khomr yg sakit dan jangan menyaksikan jenazah peminum khomr.
sesungguhnya peminum khomr pada hari kiyamat datang dalam keadaan hitam wajahnya, lidahnya menjulur - julur dan air liurnya mengalir diatas dadanya,
setiap orang yg melihatnya merasa jijik dan mengetahui bahwa dia adalah peminum khomr."

وعن الفضيل بن عياض أنه حضر عند تلميذ له حضرته الوفاة فجعل يلقنه الشهادة ولسانه لا ينطق بها فكررها عليه فقال: لا أقولها وأنا بريء منها فخرج الفضيل من عنده وهو يبكي ثم رآه بعد مدة في منامه وهو يسحب به إلى النار فقال له: يا مسكين بم نزعت منك المعرفة فقال: يا أستاذ كان بي علة فأتيت بعض الأطباء فقال لي تشرب في كل سنة قدحاً من الخمر وإن لم تفعل تبقى بك علتك فكنت أشربها في كل سنة لأجل التداوي فهذا حال من يشربها للتداوي فكيف حال من يشربها لغير ذلك نسأل الله العفو والعافية من كل بلاء.

Dari Fudhail bin iyadh sesungguhnya beliau mengunjungi salah satu muridnya yg akan meninggal, beliau mentalqin syahadat kepada muridnya tapi lisan sang murid tdk bisa mengucapkannya.
beliau mengulang2, kemudian sang murid berkata :
" aku tdk bisa mengucapkannya, dan aku telah terbebas darinya "
kemudian fudhail keluar dari situ dan menangis. selang beberapa waktu beliau melihat muridnya dalam mimpi dan dia digiring keneraka, lalu fudhail berkata :
" wahai orang miskin, sebab apa ma'rifatmu di cabut ?"
dia berkata :
" wahai guruku, dulu aku mempunyai penyakit, kemudian aku mendatangi seorang dokter. dokter bilang bahwa aku disuruh minum khomr satu cawan pertahun , jk tdk meminumnya maka penyakitku tdk bisa sembuh .
kemudian aku meminum khomr setahun sekali satu cawan utk kesembuhan penyakit. "
itu adalah keadaan orang yg meminum khomr utk kesembuhan, lalu bagaimana dengan orang yg meminumnya bukan utk tujuan kesembuhan ?
semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita dari semua cobaan .

وسئل بعض التائبين عن سبب توبته فقال كنت أنبش القبور فرأيت فيها أمواتاً مصروفين عن القبلة فسألت أهليهم عنهم فقالوا كانوا
 يشربون الخمر في الدنيا وماتوا من غير توبة

sebagian orang yg telah bertaubat ditanyai sebab taubatnya, dia berkata :
" dulu aku adalah seorang penggali kubur, kemudian aku melihat banyak orang2 yg telah meninggal wajahnya berpaling dari kiblat,
kemudian kutanyakan kepada keluarga mereka, mereka berkata :
" dulunya mereka suka minum khomr di dunia dan meninggal tanpa taubat ."

وقال بعض الصالحين مات لي ولد صغير فلما دفنته رأيته بعد موته في المنام وقد شاب رأسه فقلت يا ولدي دفنتك وأنت صغير فما الذي شيبك فقال يا أبتي دفن إلى جانبي رجل ممن كان يشرب الخمر في الدنيا فزفرت جهنم لقدومه زفرة لم يبق منها طفل إلا شاب رأسه من شدة زفرتها نعوذ بالله منها ونسأل الله العفو والعافية مما يوجب العذاب في الآخرة.

sebagian orang sholeh berkata :
" anakku yg kecil meninggal, setelah aku menguburkannya kulihat dalam mimpi bahwa kepalanya telah memutih. kemudian ku bertanya :
" wahai anakku, aku menguburkanmu dan engkau masih kecil, lalu apakah yg menyebabkan rambutmu beruban ?"
dia berkata :
" wahai ayahku, disampingku dikuburkan seorang lelaki yg dulunya dia adalah peminum khomr di dunia, kemdian jahannam suara nyala apinya terdengar saat kedatangan lelaki tsb di kuburnya dengan suara yg menyebabkan tiada seorang anak kecilpun kecuali akan menjadi beruban,
hal itu disebabkan saking kerasnya suara nyala api jahannam. "
wallohu a'lam.
الكبائر
تأليف : الذهبي
 

Apakah mungkin Sedekah Membuat Kita Rugi?

Apakah mungkin dengan banyak sedekah membuat kita menjadi rugi atau bangkrut??  Sedekah Membuat Kita Rugi?? 

Allah Swt tiada pernah menghentikan pemberian-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Setiap makhluk tercukupi keperluannya. Maka, sudah semestinya kitapun bersikap murah hati dengan mudah saling memberi kepada sesama. Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk bersedekah. Sedekah adalah bukti keimanan kita kepada Allah Swt, Dzat Yang tiada pernah berhenti memberi kepada seluruh makhluk-Nya. Banyak sekali manfaat dari sedekah. Diantaranya adalah sebagaimana disebutkan berikut ini,
1. Sedekah itu pembersih.
Apabila zakat itu membersihkan harta, maka sedekah itu bisa membersihkan jiwa. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Lindungilah hartamu dengan berzakat, obati sakitmu dengan sedekah, dan hadapi gelombang kehidupan ini dengan sikap tawadhu kepada Allah dan doa.” (HR. Baihaqi)
2. Sedekah itu menolak bala
Sedekah itu bisa memindahkan seseorang yang akan mendapat takdir musibah, kepada takdir keselamatan. Kita memang tidak pernah tahu kapan musibah akan menimpa kita. Akan tetapi, sebenarnya kita bisa melakukan tindakan pencegahan yaitu dengan bersedekah sebelum melakukan aktifitas. Misalnya adalah dengan bersedekah sebelum berangkat kerja atau sebelum berangkat sekolah.
Ada seseorang yang terbiasa memberikan sedekah setiap kali ia hendak akan berangkat kerja. Hal itu ia lakukan karena ia yakin pada manfaat sedekah yang bisa menghindarkan bala. Suatu ketika, ia ingin mencoba apa yang akan terjadi seandainya ia tidak bersedekah seperti biasanya. Tanpa ia duga, ternyata saat berkendara di jalan raya, ia memasuki jalan yang dilarang untuk dimasuki. Anehnya ia tidak melihat rambu lalu lintas yang sebenarnya ada di permulaan jalan tersebut. Akhirnya ia pun harus berurusan dengan petugas lalu lintas.
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa salah satu manfaat sedekah adalah bisa menghindarkan seseorang dari musibah. Menurut beliau, hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang memiliki keimanan kuat saja, hal ini berlaku juga untuk pelaku kemaksiatan yang bersedekah. Bahkan hal ini berlaku pula untuk orang yang tidak yakin kepada Allah Swt apabila ia gemar bersedekah. Mudah-mudahan orang-orang seperti ini justru mendapat ganjarannya berupa hidayah keimanan.

3. Sedekah itu memberikan kegembiraan pada orang lain.
Sedekah adalah perbuatan yang sangat disukai oleh Allah Swt. Karena ketika seseorang mengeluarkan sedekah, ia akan membuat orang lain yang mendapatkan sedekah itu menjadi senang dan gembira.
Ketika kita diberi sesuatu yang menggembirakan kita, kita tentu akan merasa senang. Akan tetapi pada hakikatnya, ada yang jauh lebih merasa senang dibandingkan kita. Siapakah? Ia adalah orang yang memberi kepada kita.
Adapun orang yang jauh lebih senang lagi adalah orang yang ketika memberi atau bersedekah dengan tangan kanannya, tangan kirinya tidak mengetahui. Maksudnya adalah bahwa ketika kita bisa berderma, memberi, bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, maka Allah Swt akan melimpahkan rasa kebahagiaan dan rasa lega di dalam hati kita. Rasa bahagia yang sangat besar dan tiada bisa terbilai dengan imbalan berapapun atau sanjungan setinggi apapun.
Demikianlah orang yang memberi dengan rasa ikhlas. Berbeda jauh dengan orang yang memberi dengan rasa tidak ikhlas. Orang yang tidak ikhlas itu jika dipuji maka ia akan semangat, jika tidak dipuji maka ia tidak semangat, dan apabila dimaki maka ia akan patah semangat.
Orang yang berderma, bersedekah, memberi dengan rasa ikhlas itu akan mendapat kebahagiaan sedemikian besar di dalam hatinya. Karena ketika itu Allah Swt langsung yang memberikan apresiasi kepada dirinya, langsung ke dalam hatinya. Hatinya pun seketika itu terasa lapang, lega, nyaman dan tenang. Ini adalah karunia yang sangat berharga dan tidak bisa terukur dengan uang atau pujian manusia.
Apabila Allah Swt sudah memberikan penghargaan dan pujian-Nya kepada hati kita, maka hati kita seketika itu akan terhindar dari rasa takut, gelisah, khawatir. Kita tak akan merasa takut terhadap cibiran, omongan, dan hinaan orang lain kepada diri kita. Tidak ada rasa khawatir akan diturunkan jabatan, tidak takut akan dikurangi gaji, tidak takut ada pihak yang mempermalukan. Segala perasaan negatif itu sirna. Perasaan yang tersisa hanyalah ketenangan, ketentraman dan keyakinan yang semakin kuat kepada Allah Swt.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar diceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah Saw. Kemudian laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah? Dan amal apakah yang paling dicintai Allah Swt?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitannya atau engkau melunasi utangnya atau engkau menghilangkan rasa laparnya. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan, itu lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menahan amarah maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluannya sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)
Orang yang memiliki kegemaran dalam berbagi dengan sesamanya, akan merasa butuh untuk memberikan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya. Bentuknya bisa dengan sapaan hangat, ucapan salam diiringi senyuman, membantu meringankan beban, membantu melunasi utang, mengirim makanan atau pemberian-pemberian lainnya.
4. Sedekah itu memberkahkan rezeki.
Allah Swt berfirman,
“Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba` [34]: 39).
5. Sedekah itu mencukupkan rezeki terus-menerus.
Seringkali kita mendengar seruan-seruan agar kita menjadi manusia yang kaya raya. Padahal, jika kita mengkritisinya sejenak, apa jadinya jika seluruh orang di satu kota saja misalnya, semua kaya raya. Tidak akan ada yang mau menjadi tukang cukur, tak akan ada yang mau menjadi tukang sayur, tidak akan ada yang mau menjadi sopir angkot, tidak akan ada orang yang mau berjualan di warung. Karena semua sudah bergelimang harta kekayaan. Kehidupan tidak akan berjalan normal.
Sungguh, bukanlah menjadi kaya raya yang penting. Apa yang terpenting dari harta yang kita miliki adalah keberkahannya. Jangan silau dengan istilah ‘kaya’, karena biasanya istilah tersebut identik dengan hawa nafsu. Apalagi Islam mengajarkan tentang sikap Qanaah atau merasa cukup dengan apa yang ada, bersyukur menerima hasil yang diberikan oleh Allah sembari bersabar dan tidak putus asa dalam berusaha.
Tak ada artinya jika harta kekayaan tidak pernah menimbulkan rasa cukup di dalam diri kita. Tidak ada artinya kekayaan melimpah jika ternyata kita terus-menerus merasa kurang atau selalu tidak puas. Seperti tak ada manfaatnya punya sepatu sekian banyaknya ketika yang dipakai hanyalah sepasang saja. Tidak baik kita banyak makan, tapi yang baik adalah cukup makan. Tidak baik kita banyak tidur, tapi yang baik adalah cukup tidur.
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi sesungguhnya kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.” (HR.Hadis riwayat Bukhari Muslim).
Bagi seorang muslim, kekayaan ilmu, kekayaan hati, kaya amal, kekayaan budi pekerti, itu jauh lebih berharga daripada kekayaan harta benda. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan kaya budi pekerti itu akan mendatangkan kekayaan-kekayaan lainnya termasuk kekayaan harta benda.
Sedangkan jika kaya raya dalam hal uang, apa sih sebenarnya makna uang? Uang itu tak lebih dari sekedar kertas dan logam yang berpindah. Mulanya berpindah ke tangan kita, tak lama kemudian berpindah lagi kepada istri untuk belanja, pada anak untuk bayar sekolan atau jajan, ke warung, ke pom bensin, untuk cicilan, lalu habis. Kemudian kita menunggu uang berikutnya datang kepada kita untuk mengalami proses yang sama, yaitu berpindah-pindah. Jika kita terlalu sibuk dengan uang, maka sebenarnya kita sedang menyia-nyiakan hidup hanya untuk memindah-mindah kertas dan logam semata.
Apakah jika menjadi kaya raya maka porsi makan kita jadi semakin banyak? Tidak, masih sebegitu saja. Apalagi jika semakin tua, makanan dan minuman pun semakin banyak pantangan karena masalah kolesterol, asam urat dan penyakit-penyakit lainnya. Uang yang hanya dikumpul-kumpul saja tidak akan memberikan manfaat apa-apa, malah hanya akan menjadi racun. Lantas harus diapakan jika kita memiliki limpahan uang?
Berbagilah, berdermalah, bersedekahlah, maka uang akan menjadi berkah. Tidak perlu takut uang akan berkurang atau habis. Bersedekah dengan ikhlas justru malah akan membuatnya menjadi semakin berlimpah kebaikan dan keberkahan. Rezeki itu hanya berbentuk tiga macam. Yaitu yang dimakan kemudian jadi kotoran, yang dipakai jadi usang, dan yang disedekahkan di jalan Allah Swt. Sedangkan harta selebihnya hanyalah ngaku-ngaku saja sebagai milik kita.
Oleh karenanya, orang yang paling konyol adalah orang yang melakukan kejahatan korupsi. Apalagi jika si pelaku sudah berusia senja. Betapa tidak, ia mencuri namun ia tidak bisa menikmati hasil curiannya. Bahkan sekedar menyembunyikan curiannya saja ia kesulitan. Ada juga yang hingga menyimpannya di luar negeri. Bagaimana tidak disebut konyol orang yang seperti ini karena dia begitu berambisi memiliki harta yang sama sekali tidak bisa ia nikmati dan malah hanya menimbulkan rasa tidak tenang di dalam hatinya. Ia tegang karena sangat ketakutan perbuatannya terungkap. Lebih konyol lagi, ia mencuri, namun tak bisa memegang dan melihat curiannya. Sementara hukuman dari Allah Swt menantinya.
Setiap perbuatan dosa pasti menimbulkan kegelisahan. Allah Swt tidak akan pernah memberikan ketenangan kepada para pelaku kedzaliman. Tidak ada ceritanya kekayaan bisa mendatangkan ketenangan. Keberkahanlah yang bisa mendatangkan ketenangan di dalam jiwa manusia.
Oleh karenanya, jika kita menginginkan ketenangan, maka besarkanlah semangat untuk berbagi, berderma, bersedekah. Sungguh tidak akan berkurang harta kita karena melakukan sedekah. Apalagi jika kita gemar memberikan sedekah setiap ba’da shalat Shubuh.
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Setiap pagi, ketika hamba Allah bangun, ada dua malaikat yang turun ke bumi. Malaikat yang satu berdoa, “Ya Allah, berilah ganti (harta bagi orang yang berinfaq)”. Malaikat yang kedua berdoa, “Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.” (HR. Muttafaq‘alaih)
Hadits tersebut di atas menjelaskan keutamaan bersedekah di pagi hari yaitu setelah shalat Shubuh dilaksanakan. Baiknya bersedekah setelah shalat Shubuh itu hingga pelakunya didoakan oleh malaikat. Malaikat meminta kepada Allah Swt agar Dia memberikan ganti dan balasan berlipatganda kepada orang yang bersedekah di waktu-waktu tersebut. Darimanakah balasan itu? Dari jalan yang tiada pernah disangka-sangka oleh manusia. Bukankah sejak kita dilahirkan, kita tidak pernah bisa mengerti sepenuhnya bagaimana sebenarnya kita bisa bertahan hidup. Sungguh, Allah Swt Yang telah mencukupkan rezeki untuk kita.
Ada seorang ibu berusia tujuh puluh satu tahun. Ketika ibu ini berusia empat puluh lima tahun, suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan delapan orang anak. Tujuh tahun sebelum wafat, suaminya itu sudah jatuh sakit. Bayangkan, betapa rezeki ibu tersebut bersama anak-anaknya dan juga suaminya beres, tercukupi. Demikian juga ketika suaminya telah tiada. Tinggallah ia bersama delapan anaknya, belum ditambah dengan kehadiran cucu-cucunya. Darimanakah rezeki mereka? Sungguh, Allah Swt Yang telah mencukupkan rezeki mereka.
Ada lagi, seorang ibu yang suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan anak yang banyak. Sementara, sang suami tidak meninggalkan harta kekayaan yang banyak. Ketika ada seseorang yang prihatin melihat ibu itu dan bertanya kepadanya bagaimanakah selanjutnya ia akan menghadapi hidup setelah suaminya meninggal dunia, bagaimanakah ia menghidupi anak-anaknya. Ibu itu menjawab, “Suami saya bukanlah pemberi rezeki. Suami saya hanya perantara rezeki. Bahkan suami saya pun pemakan rezeki, sama seperti saya. Bukankah Allah Swt Penjamin rezeki kita. Suami saya memang sudah tiada. Tapi, Allah akan selalu ada.”
Orang yang bersedekah tiada pernah akan rugi. Ia senantiasa dikelilingi oleh berbagai macam keberuntungan. Orang yang pelit, gemar mengumpulkan harta kekayaan lalu menyimpannya tanpa mau bersedekah, maka orang seperti inilah yang akan banyak menemui situasi sulit.
Latihlah diri kita untuk ringan bersedekah. Setiap kali mendapatkan rezeki misalnya berupa uang, sisihkanlah sekian persen untuk sedekah. Latih terus diri kita agar semakin terbiasa. Sungguh, tidak ada yang menjadi miskin gara-gara bersedekah.
Latihlah diri untuk selalu berbagi. Sekiranya perbedaan harga tidak terlalu jauh, seribu dua ribu, tidak perlulah kita adu tawar sedemikian sengit. Niatkan saja berbagi. Jika kita melihat warung yang penjualnya sudah sepuh namun apa yang didagangkannya masih layak, berbelanjalah kepadanya. Berbagilah dengannya. Karena ia pun membutuhkan pendapatan untuk makan sehari-hari, untuk membayar tagihan listrik dan air, mungkin juga untuk membayar kontrakannya, untuk memberi kepada anak atau cucunya, atau juga mungkin ia sedang menabung untuk berangkat ibadah haji. Tidak perlu kita pelit untuk berbelanja kepada orang seperti ini. Bukankah ia saudara kita juga. Bukankah ia hamba Allah Swt juga.
Khusus untuk para perokok, cobalah untuk menghitung. Ada satu cerita, seorang perokok yang akan berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. Ia sudah memasukkan uang seribu rupiah ke satu kanan dan uang sepuluh ribu rupiah ke saku sebelah kiri. Saat kencleng lewat di depan dirinya, ia sedang dalam kondisi setengah mengantuk, sehingga tak sadar yang ia masukkan ke dalam kencleng adalah uang dari saku sebelah kiri.
Selesai shalat Jumat, ia pergi ke sebuah warung untuk membeli rokok. Begitu rokok sudah di tangan dan ia hendak membayar, betapa terkejutnya saat ia merogoh ke dalam saku. Ia pun panik.
Betapa si perokok ini sangat menyesali kecerobohannya yang telah memasukkan uang sepuluh ribu rupiah ke dalam kencleng masjid. Padahal rencananya yang akan ia masukkan ke dalam kencleng adalah seribu rupiah. Penyesalan yang sungguh ironi.
Coba dihitung, jika satu hari ia menghabiskan sepuluh ribu rupiah untuk rokok, maka satu bulan adalah tiga ratus ribu, dan setahun adalah tiga juta enam ratus! Sedangkan ketika shalat Jumat, ia hanya memberi seribu untuk kencleng, satu bulan berarti empat ribu, dan setahun berarti empat puluh delapan ribu! Lihatlah perbedaannya, dalam setahun merokok menghabiskan Rp 3.600.000, sedangkan setahun sedekah hanya Rp 48.000!
Jika ada orang yang berkata bahwa tidak penting besaran angkanya karena yang penting adalah keikhlasannya, maka lihatlah kembali ketika sedekah dibandingkan dengan merokok. Ironis sekali. Hal yang kebaikannya dijanjikan langsung oleh Allah Swt, kalah jauh dengan hal yang justru mendatangkan kerusakan pada tubuh manusia, padahal tubuh adalah titipan dari-Nya. Jika sudah demikian, maka sesungguhnya sesembahan bagi si perokok adalah rokok, bukan Allah. Karena ia lebih mengutamakan rokok ketimbang Allah.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
 

AKU SUKA KAMU, AKHI….

“Aih, Kenapa Sih,… Kok Islam Melarang Pacaran??


Begitu keluhan fulanah. Buat Fulanah ia melihat ada sisi positif yang bisa diambil dari pacaran ini. Pacaran atau menurutnya ‘penjajakan’ antara dua insan lain jenis sebelum menikah sangat penting agar masing-masing pihak dapat mengetahui karakter satu sama lainnya (dan biasanya untuk memahami karakter pasangannya ada yang bertahun-tahun berpacaran lho!!).

Fulanah menambahkan ,”Jadi dengan berpacaran kita akan lebih banyak belajar dan tahu, tanpa pacaran?? Ibarat membeli kucing dalam karung!! Enggak deh…!”
Kemudian ia menambahkan “Bila suka dan serius bisa diteruskan ke pelaminan bila tidak ya,..cukup sampai disini..bye-bye!!, Mudahkan?”

Hmm… Fulanah tidakkah engkau melihat dampak buruk dari berpacaran ini, ketika masing-masing pihak memutuskan berpisah??…

Fulanah apakah engkau yakin benar apabila “putus dari pacaran” hati ini tidak sakit? Benarkah hati ini bisa melupakan bekas-bekas dari pacaran itu? Tidakkah hati ini kecewa, pedih, atau ikut menangis bersama butiran air mata yang menetes??

Sulit dibayangkan! Karena memang begitulah yang saya lihat didepan mata menyaksikan orang yang baru saja putus pacaran…

Bila memang kita tanya semua wanita muslimah seusia Fulanah (yang sedang beranjak dewasa) maka akan melihat ‘pacaran’ ini dengan sejuta nilai positif. Jadi, jangan merasa aneh bila kita dapati mereka merasa malu dengan kawannya karena belum punya pacar!!..
Duh,..kasihan sekali…

Wahai ukhti muslimah… Mari kita tela’ah bersama dengan lebih dalam. Berdasarkan fakta yang ada, bila anda mau menengok sekilas ke surat kabar, tetangga sebelah atau lingkungan sekitar, siapa sebenarnya yang banyak menjadi korban ‘keganasan’ dari pacaran ini? Wanita bukan??.. Bila anda setuju dengan saya, Alhamdulillah berarti hati anda sedikit terbuka. Ya,… coba lihat akibat dari berpacaran ini. Awalnya memang hanya bertemu, ngobrol bareng, bersenda gurau, ketawa ketiwi, lalu setelah itu?? Tentu saja setan akan terus berperan aktif, dia baru akan meninggalkan keturunan Adam ini setelah terjerumus dalam dosa atau maksiat.

Pernahkah anda mendengar teman atau tetangga ukhti hamil di luar nikah?
Suatu klinik illegal untuk praktek aborsi penuh dengan kaum wanita yang ingin menggugurkan kandungannya?
Karena sang pacar lari dengan langkah seribu atau tidak mau kedua orangtuanya tahu?
Atau pernahkah engkau membaca berita ada seorang wanita belia yang nekat bunuh diri minum racun serangga karena baru saja di putuskan oleh kekasihnya??

Sadarkah kita, bahwa sebenarnya kaum hawalah yang banyak dieksploitasi dari ‘ajang pacaran ini?
Sungguh, islam telah memuliakan wanita dan menghormati kedudukan mereka. Tidak percaya??lihat hadits ini..

”janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”  (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Islam melarang laki-laki untuk berduaan tanpa ada orang ketiga karena islam tidak menginginkan terjadinya pelecehan ‘seksual’ terhadap wanita. Sehingga jadilah mereka wanita-wanita muslimah terhormat dan terjaga kesuciannya. Untuk kaum laki-laki pun islam melarang mereka menyentuh wanita yang bukan mahramnya coba simak hadits ini :

“Sungguh bila kepala salah seorang ditusuk dengan besi panas lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR.Thabrani, dalam Mu’jamul Kabir).
“Seandainya ditusuk pada kepala salah seorang kalian dengan jarum besi panas, maka itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni, Lihat As Shohihah : 226)


Nah, jelas bukan mengapa islam melarang pacaran??

Bila memang seorang laki-laki ingin serius menjalin hubungan dengan seorang wanita, maka islam telah menyediakan sarananya, yaitu menikah. Karena islam Bukanlah agama yang kaku, maka islam menganjurkan kepada masing-masing pihak untuk saling berkenalan (ta’aruf). Tentu saja tidak berduaan lho, …harus ada pihak ketiganya.  Setelah itu? Ya,. selamat bertanya tentang biografi calon pasangan anda, apabila kurang jelas, masih kurang yakin..islam menganjurkan mereka untuk shalat istikharah agar di berikan pilihan yang mantap yang nantinya insya Allah akan berakibat baik bagi dunia dan akhirat kedua belah pihak. Setelah mantap dan yakin akan pilihannya..kuatkan azzam (tekad), dan Bismillah… menikah..!! Indah bukan??
 

SYI’AH Dari Kitab Mereka

SYI’AH
dari kitab mereka
Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
Perbedaan Syi'ah dengan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah itu Furu' atau Ushul?
Langsung saja ke TKP... ;)


http://www.mediafire.com/view/5cgbg7sy53uj2ee/Syiah-Dari-Remaja-Dan-Pemuda-Islam.pptx
 

Inilah Istighfar Mustajab Untuk Mencegah Banjir ( Harap di baca, PENTING )


Pada shalat Jum’at lalu, isi khutbah sang khatib menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini. Tema yang diangkat oleh sang khatib (kurang lebih) adalah “Istighfar Penolak Bencana”. Beliau menjelaskan bagaimana bencana alam silih berganti menimpa negeri ini, mulai dari gunung berapi, tsunami, dan yang terakhir adalah banjir besar di Jakarta. Kemudian beliau berkata bahwa ini semua adalah tanda-tanda bahwa masyarakat kita sudah jauh dari ‘agama’. Dan ia mengatakan bahwa jalan satu-satunya untuk mengatasi permasalahan itu adalah “beristighfar”.
QS 8 Al Anfaal (Harta Rampasan Perang) : 33
… Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka MEMINTA AMPUN (BERISTIGHFAR).
Beliau juga menyebut beberapa hadits, yang semuanya berkisar pada pertanyaan para sahabat kepada Rasulullah SAW, tentang bencana yang menimpa mereka, mulai dari kekeringan hingga kematian. Dan semua jawaban Rasulullah SAW terhadap berbagai pertanyaan tersebut hanya satu : “Perbanyak istighfar.”
Sampai di sini tidak ada yang perlu diperdebatkan. Kemudian beliau melanjutkan : “Oleh karena itu para jemaah, jika kita semua bangsa Indonesia yang Muslim mampu bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah seraya mengucapkan kalimat istighfar : “astaghfirullah’aladziim”, maka insya Allah negeri ini akan langsung terbebas dari segala permasalahan dan bencana yang senantiasa menimpa negeri ini!”
Ini yang sedikit perlu dikoreksi.
Saya katakan bahwa inilah kerancuan berpikir yang seringkali terjadi di kalangan umat Islam. Bagaimana umat Islam masih seringkali memandang kalimat-kalimat basmallah, hamdallah, istighfar, dll itu seolah-olah sebagai “mantera-mantera” atau “magic words”.
Sebagai seorang Muslim, saya beriman kepada Al Qur’an, dan saya juga menerima hadits-hadits yang disebutkan oleh khatib tersebut. Akan tetapi .. ayolah, jangan memandang ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut sedangkal itu. Sesungguhnya pengertian “istighfar” itu lebih dalam dibandingkan sekedar mengucapkan di bibir, kalimat berbahasa Arab : “astaghfirullah’aladzim”.
Pengertian “istighfar” adalah “memohon ampun kepada Allah (sembari berjanji tidak akan mengulanginya lagi)”.
Dalam kasus banjir Jakarta misalnya. “Istighfar” akan bisa menyelamatkan warga Jakarta dari banjir di masa yang akan datang apabila seluruh warga Jakarta memohon ampun kepada Allah, dan berjanji untuk tidak lagi :
Membuang sampah sembarangan, terutama di sungai dan selokan.
Merusak hutan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan terhadap banjir.
(Bagi Pemerintah dan Wakil Rakyat) Meminta bagian dari pekerjaan-pekerjaan pada pembangunan infrastruktur kota, yang mengakibatkan hasil pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
Berbondong-bondong pindah ke kota Jakarta hanya untuk mengejar materi, sehingga dari tahun ke tahun jumlah penduduk Jakarta selalu meningkat.
Inilah bentuk “istighfar” yang sesungguhnya, dan lakukanlah itu dengan penuh rasa tanggung jawab secara moral kepada Tuhan Sang Pencipta alam semesta.
Jadi bukannya ramai-ramai mengucapkan mantera : “astaghfirullah’aladzim”, kemudian tiba-tiba banjirnya bisa hilang, apalagi menyalahkan patung telanjang yang ada di Istana Merdeka!
Allah tidak sedang bermain trik sulap, apalagi menjadikan kita seperti Harry Potter yang harus menguasai berbagai macam mantera untuk mencapai kesejahteraan hidup. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini ada oleh karena “sebab akibat”. Barang siapa mencederai alam, maka alam tidak akan bersahabat.
Al Qur’an sangat jelas mengatakan bahwa berbagai bencana yang melanda manusia itu adalah akibat tangan-tangan mereka sendiri :
QS 42 Asy Syura (Musyawarah) : 30
Dan apa MUSIBAH yang menimpa kamu maka adalah DISEBABKAN oleh PERBUATAN TANGANMU SENDIRI, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
QS 4 An Niisa (Wanita) : 79
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja BENCANA yang menimpamu, maka dari (KESALAHAN) DIRIMU SENDIRI. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
QS 30 Ar Ruum (Bangsa Romawi) : 41
Telah nampak KERUSAKAN DI DARAT DAN DI LAUT DISEBABKAN karena PERBUATAN TANGAN MANUSIA, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Jadi rumusnya sudah jelas, bahwa siapa yang berbuat maka ia akan memetik buahnya. Bencana yang terjadi adalah akibat manusia itu sudah tidak lagi bersahabat dengan alam. Itulah Sunatullah atau rumusan semesta yang telah digariskan-Nya, dan sekali lagi Allah tidak sedang menciptakan “dunia sihir” beserta mantera-manteranya.
Seorang Muslim sejati akan senantiasa memohon ampun kepada-Nya, seraya berjanji tidak akan mengulangi lagi segala kesalahannya.
Seorang Muslim yang memohon ampun dengan sebenar-benarnya tidak akan lagi mau merusak alam, tidak peduli lingkungan, dan mengeksploitasi alam untuk kepentingan pribadi.
Jika itu kesadaran yang bisa dijalankan bersama-sama oleh segenap umat Islam di Indonesia, insya Allah negeri ini akan benar-benar terhindar dari bencana alam.
QS 8 Al Anfaal (Harta Rampasan Perang) : 33
… Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka MEMINTA AMPUN (BERISTIGHFAR).
Allahu’alam …
Semoga bermanfaat!!

 

Doa Diajarkan Kepada Kita Sebagai Psikoterapi

Pil atau obat tak akan manjur bila tidak disertai keyakinan positif dari orang yg menelan pil itu. Kita mungkin pernah mendengar apa yg dinamakan pil "PLACEBO" [Plasebo]. Obat plasebo diberikan kepada pasien dengan alasan psikologi. Plasebo tidak mengandung efek fisiologi. Tak ada bahan aktif di dalamnya. Kerja bagian-bagian tubuh tidak dipengaruhi oleh pil plasebo. Karena pil plasebo kemungkinan besar dibuat dari TEPUNG TAPIOKA atau BERAS semata-mata.

Namun, nyatanya ada orang yg sembuh dari penyakitnya gara-gara si pasien yakin bahwa obat yg diberikan oleh dokter itu obat manjur. Jadi, yg pertama-tama memengaruhi kemanjuran obat adalah keyakinan si pasien. Nah, doa merupakan terapi kejiwaan. Penyembuhan melalui efek kejiwaan!!
 

ILMU TINGKATAN MAKRIFAT "AGAR DOA TERKABUL"

Membersihkan diri lahir dan batin merupakan kebutuhan pokok bagi Ingsun Sejati. Makanan dan minuman Ingsun Sejati tidak berupa material bumi, tetapi berupa amalan, budi pekerti yg makruf, dan perbuatan hati yg luhur. Dalam bahasa hadis disebutkan "Berbudipekertilah dengan budipekerti Allah". Kalau kita sudah berakhlak dgn akhlaknya Allah, niscaya Allah mengabulkan permohonan kita.
Sekarang mari kita simak ayat Al-Qur'an yg menyatakan hubungan doa dan perkenan Allah. PERTAMA, jelas sekali bahwa Allah mengabulkan orang yg berdoa kepada-Nya yg tidak menyombongkan diri dari beribadah kepada-Nya. Ingat, ibadah tidak berarti semata-semata menjalankan ritual agama, tetapi kosong dari makna ibadah itu sendiri. Ibadah adalah PENGHAMBAAN!!
"Dan Rabb-mu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina'." – (Q.S. Al-Mu’min:60)
Dalam tafsir "THE MEANING OF THE GLORIOUS QUR'AN" oleh Pickthall disebutkan bahwa orang-orang yg meremehkan pelayanan Allah akan masuk neraka dengan membawa aib, merasa hina. Baik terjemahan di atas maupun terjemahan Pickthall, sebenarnya sama saja maknanya. Kalimat yg kedua itu mengiringi pernyataan bahwa Allah akan menerima doa orang-orang yg sungguh-sungguh berdoa sehingga secara utuh ayat tersebut bisa diartikan "Allah menerima doa orang-orang yg tidak menyombongkan diri untuk melayani-Nya, atau mengabulkan doa orang-orang yg tidak meremehkan pelayanan-Nya".
Kalau kita simak hadis Nabi, melayani Allah berarti melayani hamba-hamba-Nya. Memberi minum bagi yg kehausan. Memberi makan bagi yg kelaparan. Memberi pakaian bagi yg kedinginan. Mengobatkan bagi yg sakit [yang tak punya uang untuk berobat]. Mengurangi atau membebaskan penderitaan orang lain. Inilah wujud ibadah yg sebenarnya, sedangkan shalat, puasa, zakat, dan haji hanyalah CARA untuk mewujudkan ibadah yg sebenarnya. Dalam bahasa Arab, semua ritual itu disebut RIYAADHAH, atau latihan. Dalam bahasa Inggrisnya: practice, excercise. Yg dituju, ya takwa kepada Allah.
KEDUA, Allah mengabulkan doa orang-orang yg memenuhi permohonan-Nya yg tetap berada dalam keadaan beriman. Hal ini tercantum pada Q.S. Al-Baqarah: 186, tetapi ayat ini tidak berdiri sendiri. Ayat ini terikat dengan beberapa ayat sebelumnya tentang puasa, sedangkan ayat 186 itu sendiri dalam bahasa Indonesianya sebagai berikut:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang sungguh-sungguh berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka (yg berdoa) itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada di jalan yg benar."
Jelas sekali bahwa yg disebutkan sebagai orang-orang yg berdoa dalam ayat ini adalah hamba-hamba yg berdoa. Hamba atau abdi adalah orang yg statusnya sebagai pelayan. Dalam hal ini, yg dimaksud adalah pelayan-pelayan Allah. Orang-orang yg memenuhi seruan Allah. Memenuhi seruan-Nya dalam keadaan beriman. Dengan kata lain, mengerjakan kebajikan dengan tulus. Segala kebaikan yg dilakukan bukan adanya pamrih. Ketulusan itu sendiri menyentuh inti kemanusiaan. Dan, ayat tersebut terkait dengan puasa, karena hakikat dari puasa adalah kejujuran pelaku puasa itu sendiri. Tulus, tanpa pamrih adalah wujud kejujuran seseorang. Dan, orang yg jujur adalah orang yg berani membuka topeng dirinya.
Ayat ini didahului oleh beberapa ayat tentang puasa. Dan tujuan puasa adalah menjadi orang-orang yg BERTAQWA. Orang yg senantiasa menjaga dirinya di jalan yg benar. Orang yg senantiasa mengawasi dirinya sendiri. Orang yg mampu mengendalikan egonya. Orang yg berani membuka kedoknya sendiri. Berani melepas topengnya. Orang demikianlah yg disebut dekat dengan Allah. Dan orang yg dekat dengan Allah lah yg doanya didengar.
 

Al Imam Alghozaliy menulis sebuah kisah dalam kitab Ikhya’ tentang dua orang nelayan yang pergi memancing ikan

Al Imam Alghozaliy menulis sebuah kisah dalam kitab Ikhya’ tentang dua orang nelayan yang pergi memancing ikan . Sama- sama sudah berdiri di pinggir sungai , kedua nelayan itu melemparkan pancingnya ke dalam sungai . Nelayan pertama sebelum melemparkan mata kail pancingnya itu berdo’a :
“ Bismillahi , atas nama Allah aku memancing … “
Semenjak itu , terlihat lama dia menunggu dan tidak ada satu ekor ikanpun mau memakan umpannya . ikan –ikan di dalam sungai itu seperti menjauh semua darinya . Adapun nelayan kedua saat melempar umpannya dia berdo’a :
“ Bismis syaithan , atas nama setan aku memancing … “
Semenjak kail itu menyentuh air , maka ikan – ikan seperti berebutan memakan umpannya . Dalam waktu yang tidak terlalu lama , wadah yang dibawanya dari rumah telah penuh dengan ikan hasil tangkapannya . Dengan penuh keheranan nelayan pertama berkata :
“ Apa yang terjadi ? Semenjak aku lemparkan kailku , tidak ada satu ikanpun yang memakannya .”
“ Apa yang kamu baca sebelumnya ? “ Tanya nelayan kedua .
“ Aku membaca doa , Bismillah , dengan menyebut asma Allah aku memancing . “
“ Hm,mungkin karena do’a mu itu engkau tidak dapat ikan satu ekorpun . Adapun diriku , aku membaca do’a , Bismis Syaithan , atas nama setan aku memancing . Maka aku kemudian mendapatkan banyak ikan karenanya . “
Untuk sekedar mendapatkan banyak harta dunia , banyak jalannya . Baik dengan cara yang jujur ataupun tidak .Dengan cara yang baik ataupun tidak . Kisah diatas menggambarkan ternyata cara yang baik belum tentu menghasilkan rejeki yang banyak . Sebaliknya , cara yang buruk dalam mencari nafkah itu ‘terkadang’ malah menghasilkan rejeki yang melimpah ruah . Yang demikian ini tidak perlu di isykali , karena sesungguhnya Allah Ta’ala , Dzat yang membagi rejeki mempunyai ‘maksud-maksud’ tersembunyi serta hikmah – hikmah yang tidak kasat mata .
Di riwayatkan ada dua malaikat saling bertemu . Berkatalah salah satunya :
“ Engkau dari mana ? “
“ Aku diutus Tuhanku untuk memudahkan seorang kafir yang zalim untuk mendapatkan minyak zait sebagai rejekinya . “
Yang satunya berkata : “ Adapun diriku , Tuhan telah memerintahkan aku untuk menjauhkan seorang hamba_Nya yang saleh dari minyak zait yang jadi rejekinya . “
Mengapa demikian ?
Karena Fulan yang Kafir itu banyak melakukan amal-amal kebaikan dan Allah telah membalasnya di dunia . Tetapi tinggal satu buah kebaikan yg belum Allah balas . Maka Allah inginkan satu kebaikan itu dibalas saat itu juga di dunia dengan jalan ia dimudahkan dalam mendapatkan sesuatu [ yakni rejekinya yg berupa minyak zait ] sehingga di akhirat kelak tak ada lagi tersisa satu buah kebaikan pun di dalam dirinya.
Adapun Fulan yg saleh tersebut sesungguhnya dia mempunyai banyak derajat kemuliaan nanti di surga . Tetapi tersisa satu derajat kemuliaan di surga yg belum bisa menjadi miliknya . Maka Allah kemudian mempersulit satu urusan dirinya di dunia [ yakni rejekinya yg berupa minyak zait tersebut ] sehingga ketika ia menghadap Allah kelak di Akhirat Allah mengganti kesulitan tersebut dengan satu derajat kemuliaan surga yang tersisa , menyebabkan dia menduduki derajat surganya yang tertinggi .
Dengan demikian , ada banyak perenungan – perenungan untuk kita saat kita mendapat banyak rejeki ataupun tidak mendapatkan banyak rejeki .
 

Para Sahabat r.a. Meninggalkan Tokonya Pada Waktu Shalat

Pada suatu hari, Abdullah bin Umar r.a. telah berkunjung ke pasar. Kemudian tibalah waktu utk shalat berjama'ah. Maka ia melihat setiap orang telah menutup tokonya dan segera pergi ke masjid. Abdullah bin Umar r.a. berkata "Mereka inilah orang-orang yg telah disebutkan Allah dalam Al-Qur'an. Yg artinya:
"Laki-laki yg tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yg (pada hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (QS. An Nuur: 37)...

Abdullah Ibnu Abbas r.a. berkata, "Mereka sangat sibuk dengan perdagangan dan jual beli mereka, tetapi jika mendengar suara adzan dikumandangkan untuk shalat berjama'ah, mereka segera meninggalkan perniagaan mereka untuk pergi ke masid."

Pada lain kesempatan ia berkata, "Demi Allah, mereka adalah para pedagang yg perdagangan mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah s.w.t."

Pada suatu ketika, Abdullah bin Mas'ud r.a. berada di pasar. Ketika terdengar adzan berkumandang, ia melihat setiap orang segera menutup tokonga dan segera berjalan menuju ke masjid. Ia berkata, "Mengenai orang-orang seperti inilah Allah s.w.t. telah berfirman. Yg artinya:
"Laki-laki yg tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat." (QS. An Nuur: 37)

Nabi s.a.w. telah bersabda dalam sebuah hadits, "Pada hari Hisab nanti, ketika seluruh manusia akan dikumpulkan dalam satu tempat, dan setiap orang akan ditanyai mengenai amalannya, maka akan terdengar suara, " Siapakah orang-orang yg selalu memuji Allah pada waktu senang dan susah?" Maka sekumpulan manusia akan bangkit, dan mereka akan masuk Surga tanpa hisab. Kemudian diumumkan lagi, "Siapakah mereka yg meninggalkan tempat tidurnya dan menghabiskan waktu malamnya dgn beribadah kpd Allah dgn perasaan penuh takut dan harap?" Maka akan bangkit lagi sekumpulan manusia, mereka akan terus masuk surga tanpa hisab. Kemudian diumumkan lagi, "Siapakah orang-orang yg perdagangannya tidak menghalangi mereka dari mengingat Allah?" Juga sekumpulan manusia akan bangun dan masuk surga tanpa hisab.

Setelah ketiga kumpulan ini masuk ke surga tanpa hisab, barulah akan dimulai pengjisaban terhadap manusia lainnya.